Powered By Blogger

Jumat, 18 Maret 2011

KADO ULANG TAHUN UNTUK DENITA

Memang tak ada guna bagi Denita untuk menangisi segala yang telah terjadi belakangan ini. Terlihat air mukanya begitu berat menerima semua ini. Tapi hal ini tidak baik bila terus berlarut tanpa henti, Denita harus tegar.
Terlihat temannya mencoba untuk menghibur. Ia tak kunjung jua berhenti menangis. Ditinggal sosok orang yang kita sayangi memang berat, apalagi sosok itu adalah orang tua kita. Sedih tak terkira.
*********
“Selamat pagi, ayah. Selamat pagi, ibu,” Denita terlihat berseri-seri hari itu. Betapa tidak minggu depan adalah hari dimana ia dilahirkan.
“Selamat pagi, sayang,” ayahnya yang tengah menyesap secangkir kopi seperti biasa memberi ciuman sayang di pipinya. Begitupun dengan ibunya.
Denita anak yang baik. Patuh terhadap orang tua, senantiasa membantu ibu dan ayahnya bila membutuhkan. Selain itu, ia juga dikagumi banyak temannya di sekolah. Ia anak yang pintar dan setia kawan.
Sebagai siswi kelas 2 di sekolah menengah atas, ia pun tergolong wanita yang cantik. Baik itu dari dalam maupun dari luar. Memiliki karunia dari Tuhan seperti itu, ia tak pernah sedikit pun sombong dan memamerkan bentuk tubuhnya, ia senantiasa menutup auratnya dengan memakai pakaian yang tidak terlalu mencetak siluet tubuhnya. Ia pun mengenakan kain untuk menutupi rambutnya.
Hari ini adalah hari senin, dimana biasanya jalanan macet. Ia mengantisipasinya dengan berangkat ke sekolah pagi-pagi. Jarak antara rumah dengan sekolahnya memang sedikit jauh. Dengan mengendarai sepeda motor miliknya, ia melaju dengan kecepatan normal.
“Hi Nit, gimana kbr?” sapa Anggi teman sekelasnya.
“Eh Gi, baik nih. Kamu?”
“Yah, fine. Oh ya Nit, tugas presentasi dari Bu Fani udah siap?”
“Sip, beres deh. Nanti suruh yang lainnya kumpul untuk kumpuk ya Gi.”
“Anything for you.”
Hari itu Denita dan kawan-kawan mempunyai tugas presentasi dari guru biologinya. Dan mereka tampil dengan memukau. Persiapan yang matang membawa semuanya begitu mudah. Kelompok mereka mendapat tepuk tangan yang paling meriah dari yang lainnya. Begitu pun Bu Fina yang diberi mandat mengajar sebuah disiplin ilmu biologi dari sekolah terlihat menorehkan senyum tanda kepuasan tengah bergejolak dalam dirinya. Parfait.
Seusai presentasi di depan kelas, ketika jam istirahat berlangsung, Bu Fina menghampiri Denita dan menawarinya untuk berkunjung ke rumahnya. Tawaran yang sulit ditolak. Tanpa berpikir panjang, Denita mengiyakan. Denita memang suka berkunjung ke rumahnya yang terletak tidak jauh dari sekolah tempat ia bekerja itu. Baik itu untuk sekedar iseng, maupun untuk membantu pekerjaan-pekerjaannya. Selain ia juga harus melaksanakan kewajibannya menjadi seorang guru di sekolah, ia juga seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak serta suami yang ia cintai. Suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan BUMN di kotanya, seringkali pulang malam. Jadi, Denita di sana hitung-hitung menemaninya hingga senja hari.
Setibanya di rumah, sewaktu makan malam menjelang Denita membuka percakapan bersama kedua orang tuanya, “Ayah nanti senin depan kan Denita tepat menginjak usia ke tujuh belas tahun, ayah mau ngasih apa ma Nita?” katanya sembari mengampil sesuap nasinya.
“Oh iya, Ayah hampir lupa. Itu sih terserah nanti ibumu saja. Bagaimana bu?”
“Lho kok malah nanya sama Ibu sih, Yah? Ya nanti Ayah dan Ibu akan memberi sesuatu yang spesial di hari ulang tahunmu nanti.”
“Bener Bu? Asyik! Makasih ya Ayah, Ibu. Kalian memang orang tua paling jempolan yang Nita miliki.”
“Hahaha.” Tawa pun berderai menghiasi rumah yang sederhana itu, diselingi dengan lolongan anjing yang suka usil di sekitar komplek rumah itu.
Semalaman Denita sampai tidak bisa tidur, karena memikirkan apa kira-kira hadiah yang akan diberikan orang tuanya di ulang tahunnya yang bisa disebut sweet seventeen tersebut. Menerka-nerka, mengira-ngira, menduga-duga, hingga dentang jam yang menunjukan tengah malam berbunyi. Betapa girangnya hatinya saat itu.
Hingga sang waktu hantarkan Denita menuju hari yang ditunggu-tunggunya selama ini. Senin pun tiba menyapa. Namun apa yang di dapat, berbalik seratus delapan puluh derajat. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dahsyat di jalan ketika menuju ke suatu villa yang khusus disewa untuk perayaan tersebut, dan meninggal di tempat. Betapa luluh lantaknya hati Denita saat itu. Kerabat dekat, serta teman-temannya mencoba untuk menghiburnya.
Beberapa minggu sudah Denita mengalami kehidupan yang bisa dikatakan down. Ia yang sekarang tinggal bersama pamannya kini sisa-sisa air mata yang kemarin masih membekas di wajahnya. Betapa kasihannya ia, tapi Denita harus sadar bahwa itu semua adalah kehendak yang Maha Kuasa. Kita sebagai makhluk-Nya tak memiliki kehendak sesuka hati. Selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap peristiwa yang kita alami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar