Powered By Blogger

Jumat, 18 Maret 2011

Bercermin dari hidup

Hidup adalah anugerah yang terindah yang dimiliki seorang anak manusia. Dengan hidup, kita bisa menikmati hidup. Dengan hidup, kita bisa membuka cakrawala dunia beserta seisinya. Tak ada yang lebih indah dari hidup. Namun ada alasan tersendiri mengapa manusia diberi kehidupan dan diberi izin bernafas tanpa adanya tekanan dari luar. Manusia diciptakan untuk menjdi kholifah di muka bumi ini. Kholifah yang bertanggungjawab atas segala yang telah diperbuat semasa hidupnya. Masing-masing akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari esok.
Dari apa yang dilihat di sekitar, manusia seolah tak memiliki aturan hidup. Berbuat sekenanya. Sama sekali seolah tak memiliki aturan hidup. Padahal manusia memiliki aturan hidup tersendiri yang sudah termaktub secara terperinci dalm kitab yang memiliki mukjizat tingkat tinggi yang biasa kita sebut Al-Qur’an. Tapi kemana sebenarnya kitab yang penuh dengan way of life itu? Apakah semua manusia sudah memakainya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? Atau pernahkah setiap individu membacanya sekali minimal dalm satu hari? Jawaban dari semua pertanyaan itu hanya ada dalm hati nurani kita masing-masing.
Sangat ironi memang. Kita sebagai umat muslim yang merupakan umat yang bisa dikatakan terbanyak jaringnnya di seluruh pelosok dunia, seolah begitu jauh dengan aturan itu. Seolah tak memiliki aturan sama sekali. Seolah hidup semrawut. Ironi kelas kakap. Padahal sudah dikatakan dalam Al-Qur’an itu sendiri, bila seorang individu ingin sukses dalam menikmati kehidupan yang ini, maka dengan berpegang teguh padanyalah semuanya bisa terwujud. Karena apa? Karena semua yang kita lakukan sehari-hari diatur didalamnya. Dimulai pagi hari kita bangun, kemudian makan dan minum, mandi dan pergi ke jamban, belajar, bekerja, bergaul dengan sesama teman, hingga tidur kembali di malam hari semua ada di dalamnya.
Salah seorang guru saya pernah mengatakan, “Jika keberadaan umat islam di dunia ini berdasarkan parameter rukun islam, iman serta ihsan yang merupakan sendi-sendinya, maka jumlahnya hanya bisa dihitung dengan jari”. Apa yang diucapkan beliau memang benar. Saat ini umat islam bisa dibilang agama yang murah. Kita sudah tidak asing lagi mendengar suatu istilah ‘islam KTP’. Itu salah satunya. Hampir setiap orang menganggap bahwa agama islam hanya bisa dibeli dengan sebuah KTP. Bila di KTP tersebut tercantum agama islam, maka ia mengaku beragama islam. Terlepas apakah ia tahu tentang apa itu islam, iman dan ihsan itu sendiri. Apalagi sungguh sangat terlalu bila ditanyakan kepadanya tentang agama, ia bingung dan tidak mengetahuinya. Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya serta mengeluarkan isinya yang berupa KTP dan dengan enteng mengatakan “Islam”. Hallo, memangnya tau apa Anda tentang islam?
Itulah letak ‘murah’-nya agama kita. Seseorang bisa dengan mudahnya mengatakan islam agamanya. Padahal islam adalah agama yang mulia. Agama yang haq. Tapi malah ternoda oleh hal remeh temeh yang seperti itu.
Meski saat ini sedikit demi sedikit kesadaran dalam berperilaku hidup beragama mulai menyapa kalangan borjuis. Malah kaum priyai mulai mengadakan gerakan ke daerah perkampungan yang bisa dikatakan masih miskin pengetahuan agama. Salah satunya dengan adanya praktik bakti sosial yang pada umumnya digalakan oleh organisasi-organisasi yang diprakarsai mahasiswa, khususnya mahasiswa uin sendiri.
Dengan demikian, bagi kita selaku orang yang mengenyam pendidikan seyogyanya memiliki tingkah polah yang tentunya berbeda dengan yang tidak pernah merasakan manisnya bangku pendidikan. Dengan pendidikan yang bernuansa islami inilah mudah-mudahan bisa membawa aliran yang positif bagi setiap sendi-sendi kehidupan.
Wallahu a’lamu bishshawab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar