Powered By Blogger

Minggu, 24 Mei 2009

RASA LUKA

Dada ini terasa sesak
Manakala pikiran ini
Kembali beranjak
Kembali menuju pelabuhan diri

Aku tak tahu
Apa gerangan yang menyerangku

Setiap aku menatapnya
Tatapannya seakan tidak
Menghendaki keberadaanku

Luka ini susah sekali di obati
Apa sebenarnya rasa sakit ini

Walau begitu
Tubuh ini terasa berat
Untuk meninggalkannya
Sendiri




Babakan,

14 Desember 2008

16 Dzulhijah 1429

LAMUNAN MALAM

Serpihan kertas putih pembawa berita
Dalan keheningan lalu lalang
Dalam keramaian malam yang petang
Melingkupi ayat-ayat bintang gemilang

Tak penah ku dapatkah sebuah
Hati dari seorang petani
Yang menawarkan hati
Menyelimuti Ibu Pertiwi

Tubuh bergoyang-goyang
Ke kiri dan ke kanan
Melambai-lambai
Mengajak orang menghampiri kesedihan




Pare, Kediri,

15 Mei 2008

10 Jumadil Awal 1429

HITAM PUTIH

Wajahnya begitu ramah
Tanpa beban
Tahukah kawan
Ia murah senyum
Tak sehelai pun
Garis kegelapan
Terhampar di wajahnya

Berseri-seri
Aku berada di sampingnya
Menyaksikan keagungan
Sebuah hati sunyi
Tenteram
Begitu ringan
Luar biasa

Matanya begitu menawan
Meski telah sedikit
Cahaya tampak di dalamnya
Kata-katanya lembut
Selembut sutera
Berbobot penuh makna

Pundaknya itu
Kau tahu
Pundaknya menandakan
Ia telah banyak
Makan garam
Telah mengerti serta mengenal
Hitam dan putih kehidupan




Babakan,

07 Januari 2009

10 Muharam 1430

TERPERANGKAP CINTA

Pesonanya telah
Membuatku terperangkap
Ke dalam lautan cinta
Lautan asmara
Bergejolak membara

Tak tahu harus berbuat apa
Tak sedikitpun cahaya
Menerobos memasuki
Alam pikiran sejati

Aku telah terbutakan olehnya
Membuat diriku memandang
Sebelah mata
Sebelah telinga

Aku telah terkena sihir cintanya
Membuat diriku tak bisa
Bedakan surga neraka




Babakan,

14 Januari 2009

17 Muharam 1430

BUTUH WAKTU

Musim kemarau
Telah memisahkan jarak
Diantara kita
Telah berlalu seiringnya waktu

Lama tidak berjumpa
Kau tetap seperti sediakala
Tak hiraukan di mana aku berada

Dalam waktu sekian lama itu
Dalam hati ku berharap
Kau mengubah semua
Sikapmu kepadaku

Harapan tetap saja harapan
Impian tetap saja impian
Butuh waktu berapa windu
Agar kau
Kembali padaku




Babakan,

13 Januari 2009

16 Muharam 1430

NYANYIAN MALAM

Sepi
Pilu hati ini
Sendiri berada di sini
Dingin, dinginya malam ini
Menunggu bersama mereka
Yang terpaku membisu
Terbaring di sekelilingku

Satu demi Satu
Sepasang telinga datang mengahadap
Berbicara tentang
Ganasnya hamparan padang
Yang terhunus bagai pedang

Teriakan itu
Seakan menusuk hatiku
Menelusuri ruang dan waktu
Berjubah putih
Menangis pedih
Asa, memang begini adanya


Ciborelang
29 Desember 2006

DIA DAN DIA

Hari mendung
Hari berkabung
Saat dia berpulang
Menorah rasa malu
Sang dewa siang

Sebuah alas hijau
Menjadi saksi ia sekarang
Bertemu antara dia dan dia

Menutup mata rumah
Menutup hari tiada dia
Bersandar di dinding merah
Tempat ia mengalirkan
Air mata tiada henti


Ciborelang
15 November 2006

TULISAN UNTUK DUNIA

Menari ku di atas pangkuan api
Membara membakar mimpi
Hidup tak berguna tiada arti
Menorah luka asmara Ilahi
Dibumbui rasa cinta sejati

Wahai dunia lihatlah diriku
Penuh dengan rasa tertipu
Hancur lebur badanku tak mampu
Berdiri melangkah menuju
Lautan emas singgasana-Mu

Mentari terbenam di arah barat
Burung bangau kembali ke kubangan
Sekarang lihat mata terbelalak
Menangis sedih harta tak punya


Ciborelang
15 November 2006

Tetaplah

Setiap nafas dalam dada ini
Terasa sesak
Namun jika ku dengar namamu
Rasanya udara ini pun tiba-tiba
Terasa sejuk
Menjadi segar
Perasaan itu terus berkesinambungan

Otak yang tertanam dalam kepalaku ini
Terasa hampa
Namun jika ku melihat
Keteduhan wajahmu
Keteduhan itu seakan
Memberi kehidupan bagi
Para sel yang membeku
Peristiwa itu senantiasa berurutan

Tolong
Tetaplah seperti itu
Jangan biarkan luka yang dulu
Terbuka kembali olehmu


Babakan,
17 Oktober 2008

MENGERTI

Satu kali ku reguk sebuah
Penderitaan
Terasa berjuta windu
Setiap masa ku reguk sebuah
Kenikmatan
Terasa seper sekian sekon
Lamanya

Entah perasaan
Atau kenyataan
Aku sendiri tak mengerti
Seringkali perasaan menguasai hati
Tapi kenyataan jarang sekali ku genggam

Seharusnya aku berterima
Kasih padamu yang telah
Buatku begini
Kau telah buatku
Mengerti makna hidup
Dan cinta masa remaja


Babakan,
13 September 2008

KEHILANGAN

Dalam suasana
Pagi yang menjerit
Mencekam setiap suasana
Yang ada dalam ruang
Dipenuhi bayang-bayang semu

Tak ada yang tersadar
Tak ada yang terjaga
Mendengar tikaman barusan

Satu waktu
Seseorang tersadar
Dalam kehilangan
Akankah tetap terulang


Babakan,
12 Novamber 2008

TEMPAT MENYENDIRI

Tuhan
Menciptakan sesuatu pastilah
Memiliki sebuah maksud
Dan sebuah tujuan
Tidaklah mungkin bagi-Nya
Menciptakan dengan sembarang
Jikalau itu sembarang
Tetap ia memiliki
Sebuah arti dan nilai tersendiri

Di sini tempatku menyendiri
Mengosongkan pikiran dan berbagi dengan alam
Meski masih ada kegaduhan
Di sela-sela gendang telinga ini

Angin
Masih terdengar menyapa
Dalam keheningan
Suara yang hampa
Tanpa dilanda derita





Babakan,
26 Oktober 2008
26 Syawal 1429

SEPARUH MIMPI

Gemerincik air dikala pagi hari
Membawa kesan tersendiri
Di ruangan sunyi
Tanda dibuahi
Dengan separuh mimpi

Atap yang dibasahi
Tak luput dari tetesan-tetesan mimpi
Di atasnya ku berdiri
Sembari
Mengangkat sebuah janji
Yang dulu tak dapat ku tepati

Kini telah terbuka lembaran baru
Suasana berubah tanpa arah
Telah punah
Aku hanya bisa duduk
Terdiam
Diri yang dipenuhi api
Hitam tak dapat dipadamkan



Babakan,
27 Oktober 2008
27 Syawal 1429

Wadah Jiwa

Menyatu di bumi
Menyatu dengan sesama
Memasuki dunia yang senantiasa
Berkesinambungan dalam derita
Rasakan setiap asa
Yang terpendam di jiwa
Lalu nyatakanlah
Walau itu pahit rasanya

Meraih harapan langit
Meraih sesuatu yang rumit
Memasuku dunia yang baru dijalani
Setelah sekian lama mendaki

Taburkanlah seluruh garam yang
Kita kecap pada setiap masa
Pada wadah-wadah jiwa




Babakan,
28 Oktober 2008
28 Syawal 1429

SEPOTONG HATI

Mendapatkan sepotong hati
Seorang kiai
Petinggi
Pimpinan mengaji
Tempat tumpuan hati
Mencari jati diri

Angin sepoi-sepoi
Menyelusup ke dalam tulang rusuk sejati
Menyelusuri lorong sempit, sunyi
Melewat congkak
Tak menganggap
Gelembung-gelembung kecil nan mungil

Sepotong hati
Ku bawa berlari
Menyusuri pinggiran pantai
Diiringi irama berderai-derai
Mencuat di antara pondok kecil nan permai




Babakan,
01 February 2009
06 Shafar 1430