Powered By Blogger

Sabtu, 01 Januari 2011

Judul Resensi : Kata dan Pilihan Kata
Judul Buku : Diksi dan Gaya Bahasa
Penulis : Dr. Gorys Keraf
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kategori Buku : Nonfiksi
Tahun Terbit : 2010
Cetakan Ke- : 20
Harga Buku : Rp 24.000,00
Tebal Buku : 155 Halaman
ISBN : 978-979-22-2657-7


Buku Diksi dan Gaya Bahasa ini adalah lanjutan dari buku Komposisi, yang sampai saat ini sudah mengalami ulang-cetak yang keenam. Buku Komposisi dimaksudkan terutama untuk meletakan dasar-dasar karang-mengarang bagi mahasiswa atau siapa saja, yang ingin menggarap karangan secara baik dan teratur. Sedangkan Diksi dan Gaya Bahasa mencoba memperkenalkan komposisi dilihat dari segi retorika. Bersama dua buku lainnya yang diterbitkan dalam rangkaian seri retorika ini, ketiga buku ini merupakan komposisi lanjutan.
Sebagai landasan komposisi ilmiah, disamping hal-hal yang telah dikemukakan dalam buku Komposisi, seorang penulis harus memperhatikan pula masalah Diksi dan Gaya Bahasa, serta masalah Eksposisi, Argumentasi, Deskripsi, dan Narasi. Buku ini secara khusus mengetengahkan masalah Diksi dan Gaya Bahasa.
Untuk dapat menulis sebuah karangan – baik fiksi maupun ilmiah – tentulah dibutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut antara lain: seseorang harus mampu memilih kata-kata yang tepat, harus luas kosa katanya, harus mampu menggunakan kamus yang ada, dan lain-lain. Disamping itu, seorang penulis harus mampu mengungkapkan maksud dengan gaya bahasa yang cocok dan tepat.
Buku ini mengandung penjelasan mengenai apa itu retorika, kata dan pilihan kata, kamus sebagai sumber diksi, perluasan kosa kata, pendayagunaan kata dan ketepatan pilihan kata, pendayagunaan dan kesesuaian pilihan kata, serta tentang gaya bahasa. Semua diracik secara terperinci dan sistematis di dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa yang ditulis oleh Keraf ini.
Pada bagian pertama, penulis membahas mengenai apa itu retorika. Retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberika kepada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Studi mengenai retorika inilah yang akhirnya mempengaruhi perkembangan kebudayaan Eropa dari jaman kuno hingga abad XVII Masehi. Sejarah pertumbuhan retorika dari jaman Yunani kuno menunjukan bahwa tekanan seni wacana ini diletakan pada oratori atau seni berpidato. Tetapi setelah penemuan mesin uap dan mesin cetak, maka retorika sebagai seni berpidato mulai merosot peranannya, dan diganti dengan seni mengguakan bahasa secara tertulis. Pada waktu ditemukan media komunikasi elektronis, yaitu sejak diperkenalkan pada abad V sebelum Masehi sampai sekarang, pengertian retorika itu juga mengalami perkembangan. Karena perubahan-perubahan retorika sesuai dengan tujuan yang berlainan itu, maka buku-buku pegangan mengenai retorika juga hanya mencakup sebagian saja dari aspek-aspek retorika yang ada. Karena retorika juga berusaha mempengaruhi sikap dan perasaan orang, maka ia dapat mempergunakan semua unsur yang berkaitan dengan kaida-kaidah keefektifan dan keindaha gaya bahasa.
Melihat perkembangan dan pergeseran tekanan dan makna retorika sebagaiman dikemukakan secara singkat di atas, maka dapat dikatakan bahwa: retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik.
Tidak ada batasan mengenai kata yang sahih bagi semua bahasa di dunia. Dalam kegiatan komunikasi, kata-kata dijalin-satukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dukuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan atau yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Dalam hal ini penulis menerangkan tentang sebuah kata dan gagasan yang biasa dipakai para penulis lain untuk menulis sebuah karangan – baik fiksi maupun nonfiksi.
Penulis yang pernah mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi di Universitas Indonesia ini juga menyimpulkan beberapa poin mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakaiuntuk menyampaikan suatu gagasan. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Dalam penyampaiannya mengenai makna kata, penulis yang saat ini menjadi pengajar tetap di Fakultas Sastra UI ini menggunakan sebuah skema atau gambar tentang sebuah hubungan yang mengakibatkan makna dari sebuah kata.
Masalah bentuk kata lazim dibicarakan dalam tata bahasa setiap bahasa. Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna yang bersifat konotatif. Kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut kata denotatif, atau maknanya disebut makna denotatif; sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum, dinamakan makna konotatif atau konotasi. Kita membedakan dua macam relasi, yaitu relasi antara bahasa dengan dunia pengalaman yang disebut referensi atau makna, dan relasi antar unsur-unsur bahasa sendiri yang disebut penertian (sense).
Struktur leksikal adalah bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada kata. Hubungan antara kata itu dapat berwujud: sinonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, dan antonimi.
Bila berbicara mengenai pilihan kata, maka satu hal yang perlu pula mendapat perhatian adalah kamus. Kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosa kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana mengggunakan kata itu. Kamus itu sendiri dibedakan menurut luas lingkup isinya.
Kamus sebagai sumber diksi disini maksudnya adalah ketika kita bisa memilih dan menggunakan sebuah kata, tentunya harus bisa menggunakan kamus sebagai sumber untuk memperkaya perbendaharaan kata kita. Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa bila seseorang kaya akan perbendaharaan kata, maka secara otomatis ia bisa mengungkapkan ide atau gagasan yang kaya pula. Setelah memiliki kosa kata yang cukup kaya, kita bisa memperluas kosa kata sesuai dengan kemampuan kita. Tentunya untuk memperluas kosa kata itu harus tepat dalam penggunaannya. Misalnya apakah itu kata umum ataupun kata khusus.
Setelah mempunyai perbendaharaan kata serta kesesuaian kata, kita bisa mendayagunakan kata dan kesesuaian dalam pilihan kata. Dalam hal ini termasuk mengenai bahasa standar dan substandar, kata ilmiah dan kata populer, jargon, kata percakapan, kata slang idiom, serta bahasa artifisial.
Dari uraian yang telah disebutkan diatas, barulah kita bisa menggunakan gaya bahasa apa yang sesuai. Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika, dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stillus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Jadi, gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Gaya bahasa juga memiliki sendi, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Gaya bahasa dapat ditijau dari bermacam-macam sudut pandangan, diantaranya dari segi nonbahasa dan segi bahasa. Setelah bisa menggunakan gaya bahasa ini dengan bijak, kita bisa memulai untuk menulis karangan – baik itu fiksi maupun ilmiah.
Keistimewaan yang tersurat maupun tersirat dalam buku setebal 155 halaman ini adalah sistematika penulisannya yang menawan dan memiliki keteraturan sedemikian rupa. Indah dan enak untuk dibaca. Apalagi bagi mahasiswa yang ingin menulis sebuah karya ilmiah, makalah, ataupun tugas akhir, buku ini seyogyanya bisa dijadikan referensi untuk membantu melengkapi. Serta bisa membuat karya dengan keindahan gaya bahasa yang berbeda dengan yang lainnya.
Namun, tak ada gading yang tak retak. Meski sitematika penulisannya yang bagus, sayangnya buku ini belum bisa digunakan oleh semua kalangan. Pelajar SMA misalnya. Sebab kata-kata yang tergores di dalam buku ini bisa dibilang sukar dimengerti sekilas. Jadi perlu kecermatan lebih untuk dapat memahaminya.
Nah, untuk lebih jelasnya mengenai isi dari buku Diksi dan Gaya Bahasa yang diperkenalkan oleh Dr. Gorys Keraf ini, Anda bisa membelinya di toko buku terdekat.
Wallahu a’lamu bishawab.