Powered By Blogger

Sabtu, 18 Juli 2009

TETAPLAH

Cirebon,
17 November 2008
17 Syawal 1429




Setiap nafas dalam dada ini
Terasa sesak
Namun jika ku dengar namamu
Rasanya udara ini tiba-tiba
Terada menyejukan
Menyegarkan
Perasaan itu terus berkesinambungan

Otak yang tertanam dalam kepalaku ini
Terasa hampa
Namun jika kulihat
Keteduhan wajahmua
Keteduhan itu seakan
Memberi kehidupan bagi
Para sel yang membeku
Peristiwa itu senantiasa berurutan

Tolong
Tetaplah seperti itu
Jangan biarkan luka yang dulu
Terbuka kembali olehmu

BERTARUH

Bandung,
5 Juli 2008
2 Rajab 1429




Satu jiwa kini
Berada di bui
Ia sendiri
Tak sanggup melepaskan
Diri
Mengapa begini
Apa senarnya yang terjadi
Tak sanggup ku menerima
Ini

Tengadah ia
Mengharap sesuatu
Yang tak mungkin ia dapat
Bagai sang pungguk
Merindukan sang rembulan

Satu masa
Ia temukan jawabnya
Masa bodoh dengannya
Yang sekarat dalam batinnya
Tak ada jalan lain
Baginya
Kecuali nyawa taruhannya

Sabtu, 13 Juni 2009

TALI SIMPONI

Tali simponi
Mengikat satu janji
Merencanakan dua hati
Mengumpulkan simpul
Ironi
Menjadikan citra diri
Menjanjikan sebuah
Cinta sejati

Kabarnya tali itu
Kini menjadi Saturday merangkul bahu
Mengikat kuat membatu
Menjamak satuan kalbu

Tali tali tali
Hidup menawarkan tali menali
Simponi simponi simponi
Tetap kekal abadi
Dalam satuan bumi




Bandung
5 Juli 2008
2 Rajab 1429

RAPUH

Bulan punama di malam hari
Menyinari apa-apa yang dapat disinari
Menyebarkan sinarnya
Memberikan segala yang ia punya
Hingga secercah cahaya tiba
Nanti

Sekarang siang matahari benderang
Menghangatkan apa-apa yang tadinya dingin
Membagi energi
Menjadikan hamparan bumi
Mengubah mimpi
Hingga kegelapan tiba
Nanti

Bumi berputar pada porosnya
Rembulan menari mengelilingi majikannya
Manusia berjalan pada takdirnya
Manusia hidup di atas pundaknya
Manusia pergi dan pulang menuju asalnya

Kerapuhan senantiasa bayangi
Setiap makhluk di bumi
Juga alam semesta
Tak ada yang abadi
Semua akan kembali
Pergi dan pulang sendiri-sendiri
Tanpa ada yang menemani
Sepi




Cirebon
10 Desember 2008
13 Dzulhijah 1429

CEMPAKA PUTIH

Sekuntum bunga cempaka
Berwarna putih
Tertatih-tatih
Melirik sedih
Tanpa letih
Memandang mata nan pedih

Terpikir lagi peristiwa tadi
Membayangi kembali
Tadinya ku bermaksud melupakan diri
Sempat aku dibuatnya mati

Matahari terus bayangai
Kulitnya yang putih mewangi
Ia tak kunjung jua pergi
Meninggalkan aku yang terus di sini
Sampai aku mati kedua kali




Cirebon
10 Desember 2008
13 Dzulhijah 1429

PERASAAN

Dari mana datangnya cinta
Dari mata turun ke hati
Kata pepatah bilang
Cinta itu kini sedang
Bersemi di dalam
Jiwaku yang tak sendiri lagi

Setiap malam
Setiap sebelum terlelap
Aku tak akan terlewat
Mengukir namamu di atas
Kertas putih lagi suci

Wajahmu benar-benar
Telah meracuni pemikiranku
Mencari lilin pun
Tak kuasa pikiranku
Terus dihantui
Oleh bayang-bayang wajahmu

Wahai Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
Janganlah Engkau biarkan
Cinta Penghambaanku kepada-Mu
Merlemah hanya karena sebuah perasaan




Cirebon
10 Desember 2008
13 Dzulhijah 1429

DERU PEMIKIRAN

Deru pemikiran ini menggebu
Memandang sebuah masa lalu yang tabu
Ketika batu permata masih digenggam
Mutiara hitam masih berserakan di lautan
Raksasa hijau masih berkeliaran
Pijakan masih beraturan

Beribu abad telah berlalu
Batu permata telah dilepas
Diberikan kepada orang tidak jelas
Mutiara kini bisa dihitung jari
Raksasa hijau telah dibasmi
Si taring merah
Pijakan kini membaur
Tanpa arah tanpa tahu
Mana langit mana bumi

Keadaan zaman telah berubah
Dicabik-cabik si rubah
Singa yang tadinya perkasa
Di sebuah pulau kecilnya
Sekarang apatah daya
Sang mangsa tak ada tersisa




Cirebon
10 Desember 2008
13 Dzulhijah 1429

DERITA

Apa siapa
Kapan
Dimana
Mengapa
Bagaimana
Sudah berapa dosa kita perbuat
Sudah berapa nikmat kita khianat
Mengapa
Apa yang sudah kita perbuat

Angina-angin kering kering menyusup
Ke dalam rongga-rongga tubuh
Membawa kabar derita
Alam sudah renta

Di sini ku tertegun mencernanya
Hatiku sudah tak berdaya
Mataku tak kuat melihatnya
Bibir ini sudah tak bisa berkata

Kapankah ini akan berakhir
Siapa yang bersalah
Dimana hati yang terdalam
Bagaimana kita melangkah ke depan
Sementara bumi enggan
Bumi sudah bosan
Menunggu jawaban kepastian


Cirebon
10 Desember 2008
13 Dzulhijah 1429

SEBATANG LIDI

Aku tahu ini bukanlah
Sesuatu yang patut ditangisi
Aku mengerti cara mengatasi
Masalah bukanlah seperti ini
Aku paham seperti apa
Yang harus aku lakukan
Tapi perasaan hatiku
Begitu sakit rasanya
Laksana tersayat sebilah
Pisau nan tumpul

Mungkin inilah yang sering
Digandrungi para puitisi
Mengenai suasana hati
Mengenai perasaan diri

Padahal bukan hanya
Saat ini aku merasakannya
Pernah bahkan sering
Terjadi mengenai
Diri

Tapi perasaanku
Tetap saja belum terbiasa
Dengan keadaan sebenarnya

Setiap saat aku
Tutupi perasaanku yang terdalam
Dengan perasaan keceriaan
Diriku yang berada di luar
Mrskipun kian hari
Rasa sakit tak dapat dihindari
Umurku tinggal
Sebatang lidi




Cirebon
13 Desember 2008
16 Dzulhijah 1429

MOMENTUM

Setiap orang yang hidup
Tak peduli kapan masanya
Pastilah mempunyai sebuah momentum

Kamu tidak bisa
Mengerjakan apa-apa yang kamu tahu
Padahal kamu tahu
Kamu yakin mampu untuk mengerjakannya

Sementara itu
Bolehkah saya bertanya
Mengenai suatu hal
Yang ku tujukan kepadamu
Wahai sahabat

Mengapa kamu masih juga
Mencari apa-apa yang tidak
Kamu tahu
Sebelum mengerjakan
Apa-apa yang kamu tahu




Cirebon
13 Desember 2008
16 Dzulhijah 1429

Sabtu, 06 Juni 2009

API DERITA

Awan-awan dari ujung
Timur dan barat menjadi hitam
Ketika hari menjelang petang
Petir-petir silih berhamburan
Seakan langit murka
Kepada insane yang durhaka
Terhadap Tuhannya

Ku termenung sendiri
Di ruang hampa
Tak seorang pun tahu ku disana

Hatiku kini tengah gundah
Diselingi rasa bimbang takut dan ngeri
Terhadap perbuatan insan
Di hamparan bumi luas
Lalu ku goreskan dalam
Lembaran api derita




Majalengka
08 Oktober 2006

KRITERIA

Sepi memasak hatiku dalam-dalam
Terkoyak hatiku oleh pisaumu nan tajam
Teriris mataku melihat kelakuanmu
Berada di sisi lain
Temanku beri nasehat
Memanasi dengan kata pedih
Buat keningku berkenyut
Lama tak jumpa dengannya
Ku Tanya pada sahabatnya
Tubuhnya terbelah dua
Ku berusaha simpan rasa hati

Bertemu dengan orang yang ia cinta
Bersua dengan dirinya
Ia bertanya kemana
Dirimu ku ucapkan sebenarnya
Tak heran kau bbegitu mencintainya
Ia sungguh memenuhi
Kriteria hatimu



Majalengka
18 Oktober 2006

PENGGALI

Beginilah nasib penggali lubang
Menggali lubang
Untuk menutupi lubang
Yang sudah di gali
Begitu pula
Bumi berputar pada porosnya
Mengelilingi matahari
Sepanjang hari sepanjang masa

Seekor penyu hijau kelabu
Gelisah hati risau
Takut akan telurnya
Tak bisa menetas biasanya
Hidup merantau
Di atas bumi nan hijau
Dikejar dosa
Yang selamanya tak kan sirna




Majalengka
19 Mei 2007

SERIBU SAYANG

Menangisi
Surau kecil di bui
Rapuh tanpa santri
Melepuh diguyur air mata diri
Santri kini dapat dihitung jari
Ustad pun hanya berdiri

Dulu riwayatmu
Begiti satu padu
Tak ada yang runtuh
Semua tumbuh bertiang kukuh
Santri hanya dapat dilihat
Ustad hanya dapat berlipat

Sayang seribu sayang
Keadaan dulu
Tak bisa dihidupi
Keadaan zaman bermimpi




Majalengka
18 Mei 2007

SATU KEHANCURAN

Satu kata
Satu arti
Satu jiwa
Satu tujuan
Satu usaha
Satu harapan
Satu angan
Yang berada dalam hati pahlawan
Terkubur jasad di hamparan
Bumi harum semerbak kemenyan

Kini tinggalah asap belera
Dicabik-cabik
Tikus berdasi
Menyusup ke dalam
Mengahncurkan ke luar




Majalengka
25 April 2007

UJIAN SEBENTAR LAGI

Ujian sebentar lagi
Siapkan fisik siapkan mental
Menjamak kumpulan kertas
Menyapa bolpen
Terangi dengan lampu bertopeng

Tangisan awan
Tak jadi masalah buatku
Tuk terus menuntut ilmu
Demi tercapainya citaku

Seabad lamanya
Ku tuntut ilmu dalam
Jeruji sekolah
Berwindu-windu
Ku bergelut dalam lautan ilmu
Aku tidak ingin sia-sia begitu saja
Hanya karena tidak membaca




Majalengka
04 Desember 2006

BENTENG PASTI KAN HANCUR

Ku serang sebuah benteng
Dengan apa yang ku punya
Benteng yang terlihat tebal
Benteng yang terlihat kokoh
Benteng yang tak bergeming sedikitpun

Ku terus fokuskan seranganku
Padanya k uterus berusaha
Menyerangnya kini
Benteng yang terlihat oleh
Mata duniaku
Hanyalah sebilah papan tipis
Yang tak ada daya sedikitpun

Dengan keberanianku
Dengan kesungguhanku
Dengan kekuatanku
Benteng pasti kan hancur
Itulah tekadku




Majalengka
08 April 2006

HARI SPESIAL

Sekarang adalah hari
Spesial tersendiri bagiku
Aku berharap mendapat
Sesuatu yang indah darimu
Seharusnya menyenangkan
Walau tanpa kehadiranmu
Di sampingku saat aku
Diacungi jempol oleh yang lain

Tak ada yang ingat
Hari bahagiaku kecuali
Seorang teman dekat
Dari teman terdekat
Mengucapkan selamat
Disela orang sibuk sendiri
Disela orang berlalu lalang
Dalam kehidupan layar kaca




Majalengka
27 Juni 2006

Jumat, 05 Juni 2009

DIRI SENDIRI

berada dalam kebimbangan
kadang buat kita sembarang mengambil keputusan
meski pada saat itu
kita dituntut putuskan suatu perkara
yang akibatkan terambilnya nyawa

semua tak terkendali
namun demikian
kitalah pemilik tubuh kita sendiri
kitalah raja
raja atas diri kita sendiri
semua tergantung kita

hitam atau putih
yang kita pilih
bahagia atau merana
yang kita pinta
sedih atau senang
yang kita terawang
di masa yang akan datang

SADAR

segala yang ada dalam dunia
penuh derita
penuh sengsara
tak ada yang bahagia
dalam arti sebenarnya

kehidupan musti dipilih
bukan kehidupan yang memilih
kita sendirilah yang menentukan arah
haluan kemana kita akan pergi
beranjak hingga kapal
melabuh nanti

di tiap persinggahan
kita sendiri pula
pertimbangkan apa yang akan dilakukan
di sana
semua tergantung kita
karena kita sendiri yang menjalaninya
sadar atau tidak




Cirebon
06 Mei 2009
12 Jumadil Akhir 1430

Minggu, 24 Mei 2009

RASA LUKA

Dada ini terasa sesak
Manakala pikiran ini
Kembali beranjak
Kembali menuju pelabuhan diri

Aku tak tahu
Apa gerangan yang menyerangku

Setiap aku menatapnya
Tatapannya seakan tidak
Menghendaki keberadaanku

Luka ini susah sekali di obati
Apa sebenarnya rasa sakit ini

Walau begitu
Tubuh ini terasa berat
Untuk meninggalkannya
Sendiri




Babakan,

14 Desember 2008

16 Dzulhijah 1429

LAMUNAN MALAM

Serpihan kertas putih pembawa berita
Dalan keheningan lalu lalang
Dalam keramaian malam yang petang
Melingkupi ayat-ayat bintang gemilang

Tak penah ku dapatkah sebuah
Hati dari seorang petani
Yang menawarkan hati
Menyelimuti Ibu Pertiwi

Tubuh bergoyang-goyang
Ke kiri dan ke kanan
Melambai-lambai
Mengajak orang menghampiri kesedihan




Pare, Kediri,

15 Mei 2008

10 Jumadil Awal 1429

HITAM PUTIH

Wajahnya begitu ramah
Tanpa beban
Tahukah kawan
Ia murah senyum
Tak sehelai pun
Garis kegelapan
Terhampar di wajahnya

Berseri-seri
Aku berada di sampingnya
Menyaksikan keagungan
Sebuah hati sunyi
Tenteram
Begitu ringan
Luar biasa

Matanya begitu menawan
Meski telah sedikit
Cahaya tampak di dalamnya
Kata-katanya lembut
Selembut sutera
Berbobot penuh makna

Pundaknya itu
Kau tahu
Pundaknya menandakan
Ia telah banyak
Makan garam
Telah mengerti serta mengenal
Hitam dan putih kehidupan




Babakan,

07 Januari 2009

10 Muharam 1430

TERPERANGKAP CINTA

Pesonanya telah
Membuatku terperangkap
Ke dalam lautan cinta
Lautan asmara
Bergejolak membara

Tak tahu harus berbuat apa
Tak sedikitpun cahaya
Menerobos memasuki
Alam pikiran sejati

Aku telah terbutakan olehnya
Membuat diriku memandang
Sebelah mata
Sebelah telinga

Aku telah terkena sihir cintanya
Membuat diriku tak bisa
Bedakan surga neraka




Babakan,

14 Januari 2009

17 Muharam 1430

BUTUH WAKTU

Musim kemarau
Telah memisahkan jarak
Diantara kita
Telah berlalu seiringnya waktu

Lama tidak berjumpa
Kau tetap seperti sediakala
Tak hiraukan di mana aku berada

Dalam waktu sekian lama itu
Dalam hati ku berharap
Kau mengubah semua
Sikapmu kepadaku

Harapan tetap saja harapan
Impian tetap saja impian
Butuh waktu berapa windu
Agar kau
Kembali padaku




Babakan,

13 Januari 2009

16 Muharam 1430

NYANYIAN MALAM

Sepi
Pilu hati ini
Sendiri berada di sini
Dingin, dinginya malam ini
Menunggu bersama mereka
Yang terpaku membisu
Terbaring di sekelilingku

Satu demi Satu
Sepasang telinga datang mengahadap
Berbicara tentang
Ganasnya hamparan padang
Yang terhunus bagai pedang

Teriakan itu
Seakan menusuk hatiku
Menelusuri ruang dan waktu
Berjubah putih
Menangis pedih
Asa, memang begini adanya


Ciborelang
29 Desember 2006

DIA DAN DIA

Hari mendung
Hari berkabung
Saat dia berpulang
Menorah rasa malu
Sang dewa siang

Sebuah alas hijau
Menjadi saksi ia sekarang
Bertemu antara dia dan dia

Menutup mata rumah
Menutup hari tiada dia
Bersandar di dinding merah
Tempat ia mengalirkan
Air mata tiada henti


Ciborelang
15 November 2006

TULISAN UNTUK DUNIA

Menari ku di atas pangkuan api
Membara membakar mimpi
Hidup tak berguna tiada arti
Menorah luka asmara Ilahi
Dibumbui rasa cinta sejati

Wahai dunia lihatlah diriku
Penuh dengan rasa tertipu
Hancur lebur badanku tak mampu
Berdiri melangkah menuju
Lautan emas singgasana-Mu

Mentari terbenam di arah barat
Burung bangau kembali ke kubangan
Sekarang lihat mata terbelalak
Menangis sedih harta tak punya


Ciborelang
15 November 2006

Tetaplah

Setiap nafas dalam dada ini
Terasa sesak
Namun jika ku dengar namamu
Rasanya udara ini pun tiba-tiba
Terasa sejuk
Menjadi segar
Perasaan itu terus berkesinambungan

Otak yang tertanam dalam kepalaku ini
Terasa hampa
Namun jika ku melihat
Keteduhan wajahmu
Keteduhan itu seakan
Memberi kehidupan bagi
Para sel yang membeku
Peristiwa itu senantiasa berurutan

Tolong
Tetaplah seperti itu
Jangan biarkan luka yang dulu
Terbuka kembali olehmu


Babakan,
17 Oktober 2008

MENGERTI

Satu kali ku reguk sebuah
Penderitaan
Terasa berjuta windu
Setiap masa ku reguk sebuah
Kenikmatan
Terasa seper sekian sekon
Lamanya

Entah perasaan
Atau kenyataan
Aku sendiri tak mengerti
Seringkali perasaan menguasai hati
Tapi kenyataan jarang sekali ku genggam

Seharusnya aku berterima
Kasih padamu yang telah
Buatku begini
Kau telah buatku
Mengerti makna hidup
Dan cinta masa remaja


Babakan,
13 September 2008

KEHILANGAN

Dalam suasana
Pagi yang menjerit
Mencekam setiap suasana
Yang ada dalam ruang
Dipenuhi bayang-bayang semu

Tak ada yang tersadar
Tak ada yang terjaga
Mendengar tikaman barusan

Satu waktu
Seseorang tersadar
Dalam kehilangan
Akankah tetap terulang


Babakan,
12 Novamber 2008

TEMPAT MENYENDIRI

Tuhan
Menciptakan sesuatu pastilah
Memiliki sebuah maksud
Dan sebuah tujuan
Tidaklah mungkin bagi-Nya
Menciptakan dengan sembarang
Jikalau itu sembarang
Tetap ia memiliki
Sebuah arti dan nilai tersendiri

Di sini tempatku menyendiri
Mengosongkan pikiran dan berbagi dengan alam
Meski masih ada kegaduhan
Di sela-sela gendang telinga ini

Angin
Masih terdengar menyapa
Dalam keheningan
Suara yang hampa
Tanpa dilanda derita





Babakan,
26 Oktober 2008
26 Syawal 1429

SEPARUH MIMPI

Gemerincik air dikala pagi hari
Membawa kesan tersendiri
Di ruangan sunyi
Tanda dibuahi
Dengan separuh mimpi

Atap yang dibasahi
Tak luput dari tetesan-tetesan mimpi
Di atasnya ku berdiri
Sembari
Mengangkat sebuah janji
Yang dulu tak dapat ku tepati

Kini telah terbuka lembaran baru
Suasana berubah tanpa arah
Telah punah
Aku hanya bisa duduk
Terdiam
Diri yang dipenuhi api
Hitam tak dapat dipadamkan



Babakan,
27 Oktober 2008
27 Syawal 1429

Wadah Jiwa

Menyatu di bumi
Menyatu dengan sesama
Memasuki dunia yang senantiasa
Berkesinambungan dalam derita
Rasakan setiap asa
Yang terpendam di jiwa
Lalu nyatakanlah
Walau itu pahit rasanya

Meraih harapan langit
Meraih sesuatu yang rumit
Memasuku dunia yang baru dijalani
Setelah sekian lama mendaki

Taburkanlah seluruh garam yang
Kita kecap pada setiap masa
Pada wadah-wadah jiwa




Babakan,
28 Oktober 2008
28 Syawal 1429

SEPOTONG HATI

Mendapatkan sepotong hati
Seorang kiai
Petinggi
Pimpinan mengaji
Tempat tumpuan hati
Mencari jati diri

Angin sepoi-sepoi
Menyelusup ke dalam tulang rusuk sejati
Menyelusuri lorong sempit, sunyi
Melewat congkak
Tak menganggap
Gelembung-gelembung kecil nan mungil

Sepotong hati
Ku bawa berlari
Menyusuri pinggiran pantai
Diiringi irama berderai-derai
Mencuat di antara pondok kecil nan permai




Babakan,
01 February 2009
06 Shafar 1430