Powered By Blogger

Jumat, 18 Maret 2011

Pokok-Pokok Keimanan Kepada Hari Akhir

Iman kepada hari akhir hukumnya wajib dan kedudukannya dalam agama merupakan salah satu di antara rukun iman yang enam. Banyak sekali Allah Ta’ala menggandengkan antara iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir, karena barangsiapa yang tidak beriman kepada hari akhir, tidak mungkin akan beriman kepada Allah. Orang yang tidak beriman dengan hari akhir tidak akan beramal, karena seseorang tidak akan beramal kecuali dia mengharapkan kenikmatan di hari akhir dan takut terhadap adzab di hari akhir.[1]
Disebut hari akhir karena pada hari itu tidak ada hari lagi setelahnya, saat itu merupakan tahapan yang terakhir[2]. Keimanan yang benar terhadap hari akhir mancakup tiga hal pokok yaitu mengimani adanya hari kebangkitan, mengimani adanya hisaab (perhitungan) dan jazaa’ (balasan), serta mengimani tentang surga dan neraka. Termasuk juga keimanan kepada hari akhir adalah mengimani segala peristiwa yang akan terjadi setelah kematian seperti fitnah kubur, adzab kubur, dan nikmat kubur.
Mengimani Adanya Hari Kebangkitan
Hari kebangkitan adalah hari dihidupkannya kembali orang yang sudah mati ketika ditiupkannya sangkakala yang kedua. Kemudian manusia akan berdiri menghadap Rabb semesta alam dalam keadaan telanjang tanpa alas kaki, telanjang tanpa pakaian, dan dalam keadaan tidak disunat. Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ نَطْوِي السَّمَآءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَآ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ {104}
“Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran – lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (QS. Al Anbiyaa’:104)
Hari kebangkitan merupakan kebenaran yang sudah pasti. Ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan Ijmaa’ (konsensus) kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ إِنَّكُم بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ {15} ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ {16}
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati(15). Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(16)” (QS. Al Mukminun:15-16)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda :
يحشر الناس يوم القيامة حفاة عراة غرلا
“Pada hari kiamat, seluruh manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak disunat”[3]
Kaum muslimin juga telah sepakat mengenai kepastian adanya hari kebangkitan ini. [4]
Mengimani Adanya Hari Perhitungan dan Pembalasan
Termasuk perkara yang harus diimani berkenaan dengan hari akhir adalah mengimani adanya hari perhitungan dan pembalasan. Seluruh amal perbuatan setiap hamba akan dihisab dan diberi balasan. Hal ini juga telah ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan ijmaa’ kaum muslimin.
Allah Ta’ala berifrman,
إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَّابَهُمْ {25} ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم {26}
“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka(25). kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al Ghasiyah:25-26)
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَاحَاسِبِينَ {47}
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al Anbiyaa’:47)
Telah shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam, beliau bersabda,
ومن هم بحسنة فلم يعملها كتبت له حسنة فإن عملها كتبت له عشرا ومن هم بسيئة فلم يعملها لم تكتب شيئا فإن عملها كتبت سيئة واحدة
“Barangsiapa yang berniat melakukam suatu kebaikan, lalu mengerjakannya, maka Allah telah menulisnya sepuluh hingga tujuh ratus kebaikan, bahkan sampai kelipatan yang lebih banyak lagi. Sedangkan barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, lalu mengerjakannya, maka Allah hanya akan menulisnya satu keburukan saja“ [5].
Kaum muslimin juga telah bersepakat tentang adanya hari perhitungan dan pembalasan. Dan ini sesuai dengan tuntutan hikmah Allah Ta’ala.[6]
Mengimanai Adanya Surga dan Neraka
Hal lain yang harus diimani seorang muslim adalah tentang surga dan neraka. Keduanya merupakan tempat kembali yang abadi bagi makhluk. Surga adalah kampung kenikmatan yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang beriman. Sedangkan neraka adalah hunian yang penuh dengan adzab yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اْلأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ {13} وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ {14}
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni’matan. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka” (Al Infithaar:13-14)
Berkaitan dengan surga dan neraka, ada beberapa hal penting yang merupakan keyakinan ahlus sunnah yang membedakannya dengan ahlul bid’ah :
Pertama: Surga dan Neraka Benar Adanya
Keberadaan surga dan nereka adalah haq (benar adanya). Tidak ada keraguan di dalamnya. Neraka disediakan bagi musuh-musuh Allah, sedangkan surga dijanjikan bagi wali-wali Allah. Penyebutan tentang surga dan neraka dalam Al Quran dan As Sunnah sangatlah banyak. Terkadang disebutkan tentang kondisi penduduk surga dan neraka. Terkadang disebutkan tentang janji kenikmatan surga dan adzab di neraka. Terkadang disebutkan dorongan agar bersemangat meraih surga dan ancaman dari neraka. Demikian pula As Sunnah banyak menyebutkan tentang surga dan neraka. Itu semua menunjukkan bahwa keberadaan surga dan neraka adalah benar adanya. [7]
Kedua: Surga dan Neraka Sekarang Sudah Ada
Ahlus sunnah telah sepakat bahwa keduanya merupakan makhluk Allah yang telah ada sekarang. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mu’tazilah dan qodariyah yang lebih mengedepankan akal mereka. Adapun dalilnya adalah firman Allah,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ { 133}
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran:133)
Tentang neraka Allah berfirman,
وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ {131}
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir” (QS. Ali Imran:131)
Diriwayatkan juga bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Sidratul Muntaha, kemudian melihat dan masuk ke dalam surga. Hal ini terjadi ketika beliau Isra’ Mi’raj.[8]
Ketiga: Penciptaan Surga dan Neraka Sebelum Penciptaan Makhluk
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَيَائَادَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلاَ مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلاَتَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ {19}
“(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”” (QS. Al A’raf: 19)
Surga ada setelah ditiupkannya ruh pada diri Adam. Hal ini menunjukkan surga sudah ada sebelum penciptaan Adam. [9].
Keempat: Surga dan Neraka Sudah Ditentukan Siapakah Yang Akan Menjadi Penghuninya
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia … ”(QS. Al A’raf: 179)
Dari ‘Aisyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
إن الله خلق للجنة أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم وخلق للنار أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم
“… Sesungguhnya Allah telah menciptakan para penghuni untuk jannah. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, sedangkan mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka. Allah juga telah menciptakan para penghuni bagi neraka. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, padahal mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka” [10].[11]
Kelima: Surga dan Neraka Kekal Abadi
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ {108}
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (Huud:108)
Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ينادي مناد إن لكم أن تصحوا فلا تسقموا أبدا وإن لكم أن تحيوا فلا تموتوا أبدا وإن لكم أن تشبوا فلا تهرموا أبدا وإن لكم أن تنعموا فلا تبأسوا أبدا فذلك قوله عز وجل { ونودوا أن تلكم الجنة أورثتموها بما كنتم تعملون }
“Datanglah suara berkumandang :Wahai ahli surga, sesungguhnya kamu sekalian akan sehat dan tak pernah sakit. Kamu sekalian akan menjadi muda belia dan tak pernah tua lagi. Dan kalian pun akan hidup dan tak akan pernah mati.”[12].
Keyakinan tentang surga dan neraka di atas, terangkum dalam perkataan yang disampaikan oleh Imam Abu Ja’far At Thahawy rahimahullah dalam kitab beliau al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, beliau menjelaskan,
وَالجَنَّةُ وَالنَّارُ مَخْلُوْقَتَانِ، لاَ تَفْنَيَانِ أَبَدًا وَلا تَبِيْدَانِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ الجَنَّةَ وَالنَّارَ قَبْلَ الخَلْقِ، وَخَلَقَ لَهُمَا أَهْلاً،
“Surga dan neraka merupakan dua makhluk yang tidak akan punah dan binasa. Sesungguhnya Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluk lainnya dan Allah juga telah menentukan siapakah penghuninya…”[13].
Mengimanai Fitnah, Adzab, dan Nikmat Kubur
Dalil perkara ini sangat gamblang dan jelas. Allah Ta’ala menerangkannya di banyak tempat dalam Al Quran. Demikian pula penjabaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masalah ini sangat banyak dan mencapai derajat mutawatir. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْتَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ {93}
“…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am: 93). [14]
Adapun dalil tentang adanya siksa kubur adalah tentang kisah pertanyaan malaikat di alam kubur kepada mayit tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya. Allah Ta’ala lalu meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap, sehingga dengan kemantapannya ia menjawab, ”Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan nabiku adalah Nabi Muhammad”. Sebaliknya Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim. Orang yang kafir hanya bisa menjawab, ”Hah…hah!Aku tidak tahu” sementara itu orang munafik atau orang yang ragu menjawab :” Aku tidak tahu. Aku dengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku ikut pula mengaatkannya”[15].
Faedah Iman yang Benar
Keimanan yang benar akan memberikan faedah yang bermanfaat. Demikian pula keimanan yang benar terhadap hari akhir akan memberikan manfaat yang besar, di antaranya :
1. Merasa senang dan bersemangat dalam melakukan kataatan dengan mengharapkan pahalanya kelak di ahri akhir.
2. Merasa takut ketika melakukan kemaksiatan dan tidak suka kembali pada maksiat karena khawatir mendapat siksa di hari akhir.
3. Hiburan bagi orang-orang yang beriman terhadap apa yang tidak mereka dapatkan di dunia dengan mengharapkan kenikmatan dan pahala di akhirat. [16].
Demikian penjelasan singkat tentang pokok-pokok keimanan kepada hari akhir. Terdapat banyak perincian yang harus kita imani dari hal-hal yang pokok tersebut. Insya Allah akan dijelaskan lebih rinci dalam kesempatan lain. Semoga Allah meneguhkan iman kita hingga ajal menjemput kita. Wallahul muwafiq.
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

isim istifham

Isim-isim Tanya (أَسْمَاءُ الإِسْتِفْهَام)
1. مَنْ (bermakna siapa), biasanya digunakan untuk menanyakan manusia/yang dianggap manusia(yang berakal)
Contoh:
مَنْ فَعَلَ هذَا ؟ (siapa yang melakukan ini?)
2. مَنْ ذَا (siapa), untuk menanyakan manusia/dianggap manusia (yang berakal)
Contoh:
؟ مَنْ ذَا مُسَافِر (siapa yang bepergian?)
3. مَا untuk menanyakan manusia, benda, istilah, definisi
Contoh:
مَا هُوَ ؟ (siapa dia?)
مَا رَكِبْتَ ؟ (apa yang kamu naiki?)
مَاهُوَضَمِيرٌ ؟ (apa definisi dlomir?)
مَاالاِسْلاَمُ ؟ (apa islam itu?)
4. ماذا sama dengan isim “ما”
Contoh:
مَاذَا رَكِبْتَ ؟ )apa yang kamu naiki?(
Namun terkadang isim ini dilekati dengan harf “li”, menjadi
لِمَاذَا (maknanya kenapa), biasanya digunakan untuk menanyakan sebab atau alasan
Contoh:
لِمَاذَا تَتَاَخَّرَ ؟ (kenapa kamu terlambat?)
5. مَتَى (bermakna kapan), biasanya digunakan untuk menanyakan waktu
Contoh:
مَتَى أَتَيْتَ ؟ (kapan kamu datang?)
مَتَى تَذْهَب ؟ (kapan kamu pergi?)
6. أَيَّانَ (artinya kapan), biasanya digunakan untuk menanyakan peristiwa yang besar/dahsyat
Contoh:
أيَّانَ يَوْمُ القِيَامَة ؟ )kapan hari kiamat?(
7. أَيْنَ (artinya dimana), digunakan untuk menanyakan tempat
Contoh:
أَيْنَ المَدْرَسَة ؟ (dimana sekolah?)
8. كَيْفَ untuk menanyakan keadaan
Contoh:
كَيْفَ حَالُكَ ؟ )bagaimana keadaanmu?(
9. أَنَّى untuk menanyakan kapan, keadaan, darimana
Contoh:
أنَّى حَالُك ؟ (bagaimana keadaanmu?)
أنَّى تُسَافِرُ ؟ (kapan kau bersafari?)
أنَّى يَكُوْنُ لِيْ غُلاَمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ ؟ (darimana saya bisa punya anak padahal aku belum disentuh lelaki?)
10. كَمْ untuk menanyakan jumlah
Contoh:
كم إِبْنًالَكَ ؟ (berapa anakmu?)
11. أَيُّ untuk menanyakan kejelasan/pilihan
Contoh:
أَيُّ كِتَابٍ هذا ؟ (kitab apa ini?)
12. أَ bermakna apakah, (bisa menanyakan pilihan)
Contoh:
أَأَنْتَ يُوْسُف ؟ (apakah kamu yusuf?)
أَأَنْتَ طَالِب أَمْ مُدَرِّس ؟(apakah kamu siswa atau guru?)
13. هَلْ bermakna apakah (tidak bisa dipakai untuk menanyakan pilihan)
هل أنت يوسف ؟ (apakah kamu yusuf?)
Khusus untuk أَ dan هَلْ, keduanya tidak digolongkan isim, tapi digolongkan harf, yang bisa masuk pada isim maupun fi’il. Dua huruf ini dimasukkan dalam isim istifham sebab diantara 80 harf dalam bahasa arab, hanya dua huruf ini saja yang bermakna istifham.

isim maushul

Musnad Ilaih dengan Isim maushul

Musnad ilaih dengan isim mausul dimaksudkan untuk:

Artinya: "Adapun keadaan musnad ilaih dengan isim mausul, ialah untuk:
1. menganggap hebat/dahsyat akan sesuatu perkara;
2. mengkonkritkan akan tujuan;
3. menganggap jijik dengan menyebut musnad ilaih;
4. memperlihatkan kesalahan mukhathab;
5. mengisyaratkan pembentukan musnad/khabar;
6. menghadapkan jiwa pendengar agar sungguh-sungguh;
7. memberi tahu bahwa pendengar belum mengetahui selain silah mausulnya".
Contoh-contohnya, sebagai berikut:
1. Untuk tafkhim (menganggap hebat), seperti:

Artinya: "Telah menenggelamkan kepada kafir-kafir itu, kejadian yang dahsyat yang menenggelamkan mereka dari laut gelombang besar".
Kalau dikatakan: gelombang besar, kedengarannya tidak sehebat kata-kata tersebut.
2. Untuk taqrir (mengkonkritkan), seperti:

Artinya: "Dan telah menggoda kepada Nabi Yusuf, yaitu wanita (Zulaikha) yang mana Yusuf berada di rumahnya untuk menundukkan diri Yusuf (kepadanya)".
Dengan kata-kata tersebut, lebih menunjukkan kebersihan/kekuatan mental Nabi Yusuf dari godaan wanita di waktu beliau berada di rumahnya dan lebih positif dari kata-kata: Isteri pembesar atau Zulaikha telah menggoda Yusuf.
3. Untuk hujnah (menganggap jijik), seperti:
= Telah datang orang yang telah menemuimu kemarin. Dengan maksud orang tersebut adalah jahat atau hina.
4. Untuk tauhim (menunjukkan kesalahan), seperti:

Artinya: "Sesungguhnya mahluk-mahluk yang kamu sekalian sembah selain Allah, tidak mempunyai rejeki untuk kamu sekalian".
Atau kata sya'ir:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang kamu anggap saudaramu, merasa sembuh dendam hatinya kalau kamu sekalian celaka".
5. Untuk iima-un (berisyarat untuk membentuk musnad), seperti:

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang sombong enggan beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahanam serta hina dina".
Maksudnya: kesombongan mereka itu memasukkan kedalam neraka.
Atau untuk mengagungkan musnad, seperti:

Artinya: "Sesungguhnya Dzat yang mengangkat langit telah mendirikan rumah bagi kita yang tiang-tiangnya lebih baik dan lebih tinggi". Menunjukkan kebesaran dan keindahan rumah itu.
Atau untuk mengagungkan orang lain, seperti:

Artinya: "Orang yang menyetujuimu berhak mendapat kehormatan".
Kata-kata itu menunjukkan keagungan mukhathab dan yang menyetujuinya.
Atau menunjukkan kehinaan orang lain, seperti:

Artinya: "Orang yang menyalahimu berhak mendapat kehinaan".
6. Untuk taujihus-sami' (menghadapkan jiwa pendengar), seperti:

Artinya: "Adapun yang menggoncangkan daratan itu, ialah kejadian hidup baru bagi seluruh jiwa pada hari kiamat".
7. Untuk faqdzi-ilmin (memberi tahu bahwa pendengar belum tahu), seperti:

Artinya: "Orang yang memberi makanan kepada kita kemarin, telah datang hari ini pada kita+".
Atau si mutakallim yang belum tahu, seperti:

Artinya: "Adapun mahluk-mahluk yang berada di sekeliling kita yang terdiri dari jin, saya belum mengetahui mereka". Atau mutakallim dan mukhathab pun belum mengetahuinya, ganti saja kalimat dengan .


اِسْم مَوْصُوْل
ISIM MAUSHUL (Kata Sambung)
Isim Maushul (Kata Sambung) adalah Isim yang berfungsi untuk menghubungkan beberapa kalimat atau pokok pikiran menjadi satu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, Kata Sambung semacam ini diwakili oleh kata: "yang".
Bentuk asal/dasar dari Isim Maushul adalah: الَّذِيْ (=yang). Perhatikan contoh penggunaan Isim Maushul dalam menggabungkan dua kalimat di bawah ini:
Kalimat I جَاءَ الْمُدَرِّسُ = datang guru itu
Kalimat II اَلْمُدَرِّسُ يَدْرُسُ الْفِقْهَ = guru itu mengajar Fiqh
Kalimat III جَاءَ الْمُدَرِّسُ الَّذِيْ يَدْرُسُ الْفِقْهَ = datang guru yang mengajar Fiqh
Kalimat III menghubungkan Kalimat I dan II dengan Isim Maushul: الَّذِيْ
Bila Isim Maushul itu dipakai untuk Muannats maka: الَّذِيْ menjadi: الَّتِيْ
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَةُ الَّتِيْ تَدْرُسُ الْفِقْهَ = datang guru (pr) yang mengajar Fiqh itu
Bila Isim Maushul itu digunakan untuk Mutsanna (Dual) maka:
1) الَّذِيْ menjadi: الَّذَانِ sedangkan الَّتِيْ menjadi: الَّتَانِ
جَاءَ الْمُدَرِّسَانِ الَّذَانِ يَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = datang dua orang guru (lk) yang mengajar Fiqh itu
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَتَانِ الَّتَانِ تَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = datang dua orang guru (pr) yang mengajar Fiqh
Bila Isim Maushul itu dipakai untuk Jamak maka:
1) الَّذِيْ menjadi: الَّذِيْنَ sedangkan: الَّتِيْ menjadi: اللاَّتِيْ/اللاَّئِيْ
جَاءَ الْمُدَرِّسُوْنَ الَّذِيْنَ يَدْرُسُوْنَ الْفِقْهَ = datang guru-guru (lk) yang mengajar Fiqh itu
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَاتُ اللاَّتِيْ يَدْرُسْنَ الْفِقْهَ = datang guru-guru (pr) yang mengajar Fiqh itu


الْمَوْصُوْلُ
MAUSHUL
BENTUK ISIM MAUSHUL MUFRAD (TUNGGAL) DAN MUTSANNA (DUAL)
مَوْصُولُ الاسْمَاءِ الَّذِي الأُنْثَى الَّتِي ¤ وَالْيَـــــا إذَا مَا ثُنِّيَــــا لاَ تُثْــــــبِتِ
Adapun Isim Mausul yaitu الَّذِي (jenis laki) dan untuk jenis perempuan yaitu الَّتِي. Jika keduanya di tatsniyahkan (dual), maka huruf Ya’nya jangan ditetapkan/dibuang…
بَلْ مَــا تَلِيْـهِ أَوْلِهِ الْعَلاَمَـــهْ ¤ وَالنُّوْنُ إنْ تُشْدَدْ فَلاَ مَلاَمَهْ
Akan tetapi, terhadap huruf yang tadinya diiringi oleh Ya’ yang dibuang tsb, sekarang iringilah! dengan (memasang) tanda Alamah I’rob (menjadi: الذان dan التان ketika mahal Rofa’. dan menjadi: الذَيْن dan التَين ketika mahal Nashab dan Jarr). adapun Nunnya jika ditasydidkan, maka tidak ada celaan untuk itu.
وَالْنّوْنُ مِنْ ذَيْنِ وَتَيْنِ شُدِّدَا ¤ أَيْضَاً وَتَعْوِيضٌ بِذَاكَ قُصِدَا
Demikian juga boleh ditasydidkan, yaitu Nunnya dari (isim isyarah dual) ذَيْنِ dan تَيْنِ. Pentasydidan tersebut, dimaksudkan sebagai Penggantian (dari huruf yg dibuang yaitu Ya’nya Isim Maushul dan Isim Isyaroh ketika dibentuk tatsniyah (dual))
BENTUK ISIM MAUSHUL JAMA’ (JAMAK)
جَمْعُ الَّذِي الألَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا ¤ وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعَاً نَطَقَا
Jamaknya lafadz الَّذِي (Isim Maushul tunggal male) adalah الألَى atau الَّذِيْنَ secara muthlaq (baik untuk mahal Rofa’, Nashab dan Jarr). Ada sebagian dialek orang Arab berbicara dengan menggunakan Wau ketika mahal Rofa’ (menjadi: اَلَّذُوْنَ )
بِاللاَّتِ وَاللاَّءِ الَّتِي قَدْ جُمِعَا ¤ وَالَلاَّءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرَاً وَقَعَا
Lafadz الَّتِي (Isim Maushul tunggal female) sungguh dijamakkan dengan menjadi اللاَّتِ atau اللاَّءِ . Ditemukan juga اللاَّءِ dihukumi seperti الَّذِيْنَ (isim maushul jamak untuk male) tapi jarang.
BENTUK ISIM MAUSHUL MUTHLAQ (UMUM)
وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِرْ ¤ وَهكَذَا ذُو عِنْدَ طَيِّىء شُهِرْ
Adapun Isim Maushul مَنْ, مَا, dan أَلْ adalah menyamakan hukumnya dengan Isim Maushul yg telah disebut sebelunnya. (artinya: bisa digunakan untuk Male, Female, tunggal, dual, atau Jamak). Seperti itu juga hukumnya, yaitu Isim maushul berupa ذُو terkenal penggunaannya dikalangan dialek kaum Thayyi’.
BENTUK ISIM MAUSHUL QAUM THAYYI’
وَكَالَّتِي أيضـــا لَدَيْـهِمْ ذَاتُ ¤ وَمَوْضِعَ اللَّاتِي أَتَى ذَوَاتُ
Demikian juga ditemukan di kalangan kaum Thayyi’, penggunaan ذَاتُ seperti kedudukan الَّتِيْ (Isim mausul jenis female tunggal), juga penggunaan ذَوَاتُ menempati kedudukan اللآتِيْ (Isim mausul untuk jenis female jamak).
BENTUK ISIM MAUSHUL THE (ذَا)
وَمِثْلُ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَـامِ ¤ أَوْمَنْ إذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Isim Maushul ذَا statusnya sama dengan isim Maushul مَا (dipakai untuk tunggal, dual, jamak, male dan female), dengan ketentuan ذَا jatuh sesudah ما Istifham atau من Istifham, syaratnya ذَا tidak dibatalkan didalam Kalam (maksudnya: ذَا dan ما/من tsb, tidak dijadikan satu kata Istifham (kata tanya)).
BENTUK SHILAH ISIM MAUSHUL
وَكُلُّهَــا يَلْـزَمُ بَعَــدَهُ صِلَـهْ ¤ عَلَى ضَمِيْرٍ لاَئِقٍ مُشْتَمِلَهْ
Setiap Isim-Isim Maushul ditetapkan ada Shilah (jumlah/kalimat keterangan) setelahnya, yang mencakupi atas Dhomir yang sesuai (ada Dhamir/’Aid yg kembali kepada Isim Maushul).
وَجُمْلَةٌ أوْ شِبْهُهَا الَّذِي وُصِلْ ¤ بِهِ كَمَنْ عِنْدِي الَّذِي ابْنُهُ كُفِلْ
Shilah yang tersambung oleh Isim Maushul, biasanya terdiri dari Jumlah atau Shibhul Jumlah (serupa jumlah). seperti contoh: مَنْ عِنْدِي الَّذِي ابْنُهُ كُفِلْ
وَصــفَةٌ صَرِيْحَةٌ صِــلَةُ أَلْ ¤ وَكَوْنُهَا بِمُعْرَبِ الأَفْعَالِ قَلْ
<
Bentuk Sifat Sharihah (Isim Fai’l/Isim Maf’ul/Sifat Musyabbah) merupakan Shilah untuk Isim Mausul ال “AL”, sedangkan Shilah-nya yang berupa Fi’il Mu’rob (Fi’il Mudhori’) jarang adanya.
ISIM MAUSHUL AYYUN (أَيٌّ) DAN BENTUK SHILAHNYA
أَيُّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَفْ ¤ وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرٌ انْحَذَفْ
Isim Mausul أيّ “Ayyun” dihukumi seperti Isim Maushul “Ma” (bisa untuk Mudzakkar, Muannats, Mufrod, Mutsanna juga Jama’) selagi tidak Mudhaf dan Shadar Silah-nya (‘A-id yg menjadi permulaan Shilah) adalah berupa Dhamir yang terbuang.
وَبَعْضُهُمْ أَعْرَبَ مُطْلَقَاً وَفِي ¤ ذَا الْحَذْفِ أَيًّا غَيْرُ أَيٍّ يَقْتَفِي
Sebagian Ulama Nahwu menghukumi Mu’rab Isim Mausul أيّ “Ayyun” secara Muthlaq (sekalipun أيّ Mudhaf dan Shodar Shilahnya dibuang). Sedangkan didalam hal pembuangan Shadar Shilah ini, Isim Maushul yg selain أيّ juga mengikuti jejak أيّ … dengan syarat….→
PEMBUANGAN SHADAR SHILAH (‘A-ID MARFU’)
إِنْ يُسْتَطَلْ وَصْلٌ وَإِنْ لَمْ يُسْتَطَلْ ¤ فَالْحَذْفُ نَــــزْرٌ وَأَبَــوْا أَنْ يُخْتَزَلْ
…apabila Shilahnya dipanjangkan. Dan apabila tidak dipanjangkan, maka pembuangan Shadar Shilah jarang ditemukan. Juga Mereka (Ulama Nahwu) melarang terhadap pengurangan Shilah (dari sebab pembuangan Shadarnya)…→
إنْ صَلُحَ الْبَاقِي لِوَصْلٍ مُكْمِلِ ¤ وَالْحَذْفُ عِنْدَهُمْ كَثِيْـرٌ مُنْجَلِي
…apabila sisa Shilah itu (setelah pembuangan Shodarnya) masih cocok menjadi Shilah yang sempuna (berakibat menjadi Shilah dg lain pengertian dari asal sebelum dibuang). Adapun pembuangan ‘A-id Shilah oleh mereka (Ulama Nahwu/orang Arab), banyak digunakan dan jelas … →
PEMBUANGAN ‘A-ID MANSHUB
فِي عَــــائِدٍ مُتَّصِــلٍ إِنِ انْــتَصَبْ ¤ بِفِعْلٍ أوْ وَصْفٍ كَمَنْ نَرْجُو يَهَبْ
…didalam ‘A-id yang Muttashil (Aid Shilah Maushul yang berupa Dhomir Muttashi Manshub) bilamana dinashabkan oleh Fi’il atau Sifat. Seperti contoh مَنْ نَرْجُو يَهَبْ. (takdirannya: مَنْ نَرْجُوهُ يَهَبْ)
PEMBUANGAN ‘A-ID MAJRUR
كَذَاكَ حَذْفُ مَا بِوَصْفٍ خُفِضَا ¤ كَأَنْتَ قَاضٍ بَعْدَ أَمْـرٍ مِنْ قَضَى
Seperti itu juga (banyak digunakan dan jelas) yaitu pembuangan ‘Aid yang dikhofadkan/dijarkan oleh kata sifat. Seperti lafadz أَنْتَ قَاضٍ (takdirannya: أَنْتَ قَاضِيْه ) setelah Fi’il Amarnya lafadz قَضَى (dari Firman Allah QS 20:72. فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ )
كَذَا الَّذِي جُرَّ بِمَا الْمَوْصُوْلَ جَرْ ¤ كَمُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ
Demikian juga (sering membuang Aid pada Shilah Maushul) yaitu Aid yang dijarkan oleh Huruf yg menjarkan Isim Maushulnya (dg Amil yg seragam). Sebagaimana contoh: مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ (takdirannya: مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ بِهِ)

isim domir

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Belakangan ini, minat mahasiswa khususnya, semua pelajar umumnya yang ada di Indonesia terhadap pembelajaran bahasa Arab sangat mengkhawatirkan. Beberapa alasan mereka lontarkan untuk menghindari mempelajarinya. Padahal, bila ditinjau lebih jauh, bahwa bahasa Arab pun merupakan bagian dari ilmu. Dan ilmu, menurut sabda Rasul adalah wajib mempelajarinya. Dalam hal ini mempelajari ilmu bahasa Arab adalah fardhu kifayat. Jadi bila dalam suatu komunitas tidak ada yang ada yang mempelajari atau bisa memahami ilmu bahasa Arab, maka dosa hukumnya bagi semua individu yang ada dalam suatu komutitas tersebut.

1.2 Tujuan
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan, maka kami mencoba menggali sedikit tentang ilmu bahasa Arab tentang bab isim, yang dalam hal ini tentang isim dhomir. Diharapkan setelah membaca makalah yang saya susun ini, mahasiswa dapat mengerti mengenai pengertian isim dhomir, macam-macam isim dhomir, serta bisa membuat contoh tentang isim dhomir.

BAB II
PEMBAHASAN

اسم الضمير
Isim Dhamir (kata ganti) : اسم الضمير
Isim dhamir adalah kata ganti. Kita mengenal dalam bahasa Indonesia ada kata ganti orang pertama (aku, kami), kata ganti orang kedua (kamu, kalian) dan kata ganti orang ketiga (dia, mereka). Dalam bahasa arab, kata ganti akan lebih kompleks, karena akan ada istilah kata ganti untuk laki-laki, kata ganti untuk perempuan, kata ganti tunggal, jamak dan dua orang. Ahli Nahwu telah membagi isim dhamir menjadi dua, yaitu dhamir mustatir (muttashil / besambung) dan bariz (munfashil / terpisah).
Seperti dalam lafaz: ز يد قر اء = Zaid telah membaca; taqdirnya: قر اء هو = Dia telah membaca. Atau yang bariz (tampak) , seperti lafaz: تماقراء = Kamu berdua telah membaca; ت قراء = kamu telah membaca; dan seterusnya. Dan dhamir munfashil (terpisah) seperti lafaz: اياي ايانا اياك اياك اياكما اياكم اياكن اياه اياها اياهما اياهم اياهن dan seterusnya.
Untuk lebih jelasnya bila dilihat dalam tabel berikut ini:
Dhamir yang berkaitan dengan benda
Maknanya Dhamir Muttashil Dhamir Munfashil
Kamu (untuk seorang laki-laki) ــكَ+ (kata benda) أنتَ
Kamu (untuk dua orang laki-laki) ــكما+ (kata benda) أنتمَا
Kamu (untuk tiga/lebih orang laki-laki) ــكم+ (kata benda) أنتم
Kamu (untuk seorang perempuan) ــكِ+ (kata benda) أنتِ
Kamu (untuk dua orang perempuan) ــكما+ (kata benda) أنتما
Kamu (untuk tiga/lebih orang perempuan) ــكنَّ+ (kata benda) أنتنَّ
Dia (untuk seorang laki-laki) ــهُ+ (kata benda) هو
Dia (untuk dua orang laki-laki) ــهما+ (kata benda) هما
Dia (untuk tiga/lebih orang laki-laki) ــهم+ (kata benda) هم
Dia (untuk seorang perempuan) ــها+ (kata benda) هي
Dia (untuk dua orang perempuan) ــهما+ (kata benda) هما
Dia (untuk tiga/lebih orang perempuan) ــهنَّ+ (kata benda) هنَّ
Aku ــي+ (kata benda) أنا
Kita/Kami ــنا+ (kata benda) نحن
Dhamir yang berkaitan dengan kata kerja
Dhamir Muttashil Dhamir Munfashil
Fi’il Mudhori Fi’il Madhi
(kata kerja) +تـــ ــتُ+ (kata kerja) أنتَ
ــان+ (kata kerja) +تـــ ــتُما+ (kata kerja) أنتمَا
ــون+ (kata kerja) +تـــ ــتُم+ (kata kerja) أنتم
ــي+ (kata kerja) +تـــ ــتِ+ (kata benda) أنتِ
ــان+ (kata kerja) +تـــ ــتِما+ (kata kerja) أنتما
ــنَ+ (kata kerja) +تـــ ــتُنَّ+ (kata kerja) أنتنَّ
(kata kerja) +يـــ (kata kerja saja) هو
ــان+ (kata kerja) +يـــ ــا+ (kata kerja) هما
ــون+ (kata kerja) +يــــ ــوا+ (kata kerja) هم
(kata kerja) +تـــ ــتْ+ (kata kerja) هي
ــان+ (kata kerja) +تـــ ــتا+ (kata kerja) هما
ــنَ+ (kata kerja) +يـــ ــنَ+ (kata kerja) هنَّ
(kata kerja) +أَ ــتُ+ (kata kerja) أنا
(kata kerja) +نَـــ ــنا+ (kata kerja) نحن
Penjelasan:
1. Isim Dhamir yang berkaitan dengan kata benda biasanya memiliki makna kepemilikan, misalnya كتابك artinya bukumu.
2. Huruf-huruf yang berkaitan dengan kata kerja bukanlah isim dhamir, melainkan huruf-huruf yang berfungsi sebagai penunjuk dhamir (kata ganti seseorang) dalam melakukan Fi’il (kata kerja) tersebut. Maksudnya agar dapat membedakan pelaku Fi’il.
Jika kita perhatikan, maka ada perbedaan yang jelas antara bahasa kita, dengan bahasa arab. Karena dari data diatas jelaslah bahwa bahasa arab memiliki kata ganti dua orang baik untuk kata ganti orang kedua dan ketiga baik untuk laki-laki atau perempuan. Untuk هُمَا dan اَنْتُمَا sama saja ketika untuk laki-laki atau perempuan yang membedakan hanyalah pemakaiannya saja.








BAB III
PENUTUP



Setelah membaca uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian isim dhomir adalah kata ganti, baik itu untuk orang pertama atau orang kedua atau orang ketiga. Isim dhomir sendiri merupakan salah satu sub dari isim nakiroh. Ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu isim dhomir yang muttashil dan isim dhomir yang munfashil.
Namun pada akhirnya, kami selaku penyusun makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna baik dalam penjelasan maupun susunan bahasa yang dipakai.
Nafa’alallah bi’ulumina, amiin Ya Allah Ya Rabbal ‘Alamiin. Billahil hidayah wattaufiq.
Wallahu a’lamu bishawab

DAFTAR PUSTAKA


 Anwar, Moch.,KH. 2004. Ilmu Nahwu. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo
 http://arabic.web.id

KADO ULANG TAHUN UNTUK DENITA

Memang tak ada guna bagi Denita untuk menangisi segala yang telah terjadi belakangan ini. Terlihat air mukanya begitu berat menerima semua ini. Tapi hal ini tidak baik bila terus berlarut tanpa henti, Denita harus tegar.
Terlihat temannya mencoba untuk menghibur. Ia tak kunjung jua berhenti menangis. Ditinggal sosok orang yang kita sayangi memang berat, apalagi sosok itu adalah orang tua kita. Sedih tak terkira.
*********
“Selamat pagi, ayah. Selamat pagi, ibu,” Denita terlihat berseri-seri hari itu. Betapa tidak minggu depan adalah hari dimana ia dilahirkan.
“Selamat pagi, sayang,” ayahnya yang tengah menyesap secangkir kopi seperti biasa memberi ciuman sayang di pipinya. Begitupun dengan ibunya.
Denita anak yang baik. Patuh terhadap orang tua, senantiasa membantu ibu dan ayahnya bila membutuhkan. Selain itu, ia juga dikagumi banyak temannya di sekolah. Ia anak yang pintar dan setia kawan.
Sebagai siswi kelas 2 di sekolah menengah atas, ia pun tergolong wanita yang cantik. Baik itu dari dalam maupun dari luar. Memiliki karunia dari Tuhan seperti itu, ia tak pernah sedikit pun sombong dan memamerkan bentuk tubuhnya, ia senantiasa menutup auratnya dengan memakai pakaian yang tidak terlalu mencetak siluet tubuhnya. Ia pun mengenakan kain untuk menutupi rambutnya.
Hari ini adalah hari senin, dimana biasanya jalanan macet. Ia mengantisipasinya dengan berangkat ke sekolah pagi-pagi. Jarak antara rumah dengan sekolahnya memang sedikit jauh. Dengan mengendarai sepeda motor miliknya, ia melaju dengan kecepatan normal.
“Hi Nit, gimana kbr?” sapa Anggi teman sekelasnya.
“Eh Gi, baik nih. Kamu?”
“Yah, fine. Oh ya Nit, tugas presentasi dari Bu Fani udah siap?”
“Sip, beres deh. Nanti suruh yang lainnya kumpul untuk kumpuk ya Gi.”
“Anything for you.”
Hari itu Denita dan kawan-kawan mempunyai tugas presentasi dari guru biologinya. Dan mereka tampil dengan memukau. Persiapan yang matang membawa semuanya begitu mudah. Kelompok mereka mendapat tepuk tangan yang paling meriah dari yang lainnya. Begitu pun Bu Fina yang diberi mandat mengajar sebuah disiplin ilmu biologi dari sekolah terlihat menorehkan senyum tanda kepuasan tengah bergejolak dalam dirinya. Parfait.
Seusai presentasi di depan kelas, ketika jam istirahat berlangsung, Bu Fina menghampiri Denita dan menawarinya untuk berkunjung ke rumahnya. Tawaran yang sulit ditolak. Tanpa berpikir panjang, Denita mengiyakan. Denita memang suka berkunjung ke rumahnya yang terletak tidak jauh dari sekolah tempat ia bekerja itu. Baik itu untuk sekedar iseng, maupun untuk membantu pekerjaan-pekerjaannya. Selain ia juga harus melaksanakan kewajibannya menjadi seorang guru di sekolah, ia juga seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak serta suami yang ia cintai. Suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan BUMN di kotanya, seringkali pulang malam. Jadi, Denita di sana hitung-hitung menemaninya hingga senja hari.
Setibanya di rumah, sewaktu makan malam menjelang Denita membuka percakapan bersama kedua orang tuanya, “Ayah nanti senin depan kan Denita tepat menginjak usia ke tujuh belas tahun, ayah mau ngasih apa ma Nita?” katanya sembari mengampil sesuap nasinya.
“Oh iya, Ayah hampir lupa. Itu sih terserah nanti ibumu saja. Bagaimana bu?”
“Lho kok malah nanya sama Ibu sih, Yah? Ya nanti Ayah dan Ibu akan memberi sesuatu yang spesial di hari ulang tahunmu nanti.”
“Bener Bu? Asyik! Makasih ya Ayah, Ibu. Kalian memang orang tua paling jempolan yang Nita miliki.”
“Hahaha.” Tawa pun berderai menghiasi rumah yang sederhana itu, diselingi dengan lolongan anjing yang suka usil di sekitar komplek rumah itu.
Semalaman Denita sampai tidak bisa tidur, karena memikirkan apa kira-kira hadiah yang akan diberikan orang tuanya di ulang tahunnya yang bisa disebut sweet seventeen tersebut. Menerka-nerka, mengira-ngira, menduga-duga, hingga dentang jam yang menunjukan tengah malam berbunyi. Betapa girangnya hatinya saat itu.
Hingga sang waktu hantarkan Denita menuju hari yang ditunggu-tunggunya selama ini. Senin pun tiba menyapa. Namun apa yang di dapat, berbalik seratus delapan puluh derajat. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dahsyat di jalan ketika menuju ke suatu villa yang khusus disewa untuk perayaan tersebut, dan meninggal di tempat. Betapa luluh lantaknya hati Denita saat itu. Kerabat dekat, serta teman-temannya mencoba untuk menghiburnya.
Beberapa minggu sudah Denita mengalami kehidupan yang bisa dikatakan down. Ia yang sekarang tinggal bersama pamannya kini sisa-sisa air mata yang kemarin masih membekas di wajahnya. Betapa kasihannya ia, tapi Denita harus sadar bahwa itu semua adalah kehendak yang Maha Kuasa. Kita sebagai makhluk-Nya tak memiliki kehendak sesuka hati. Selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap peristiwa yang kita alami.

Bercermin dari hidup

Hidup adalah anugerah yang terindah yang dimiliki seorang anak manusia. Dengan hidup, kita bisa menikmati hidup. Dengan hidup, kita bisa membuka cakrawala dunia beserta seisinya. Tak ada yang lebih indah dari hidup. Namun ada alasan tersendiri mengapa manusia diberi kehidupan dan diberi izin bernafas tanpa adanya tekanan dari luar. Manusia diciptakan untuk menjdi kholifah di muka bumi ini. Kholifah yang bertanggungjawab atas segala yang telah diperbuat semasa hidupnya. Masing-masing akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari esok.
Dari apa yang dilihat di sekitar, manusia seolah tak memiliki aturan hidup. Berbuat sekenanya. Sama sekali seolah tak memiliki aturan hidup. Padahal manusia memiliki aturan hidup tersendiri yang sudah termaktub secara terperinci dalm kitab yang memiliki mukjizat tingkat tinggi yang biasa kita sebut Al-Qur’an. Tapi kemana sebenarnya kitab yang penuh dengan way of life itu? Apakah semua manusia sudah memakainya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? Atau pernahkah setiap individu membacanya sekali minimal dalm satu hari? Jawaban dari semua pertanyaan itu hanya ada dalm hati nurani kita masing-masing.
Sangat ironi memang. Kita sebagai umat muslim yang merupakan umat yang bisa dikatakan terbanyak jaringnnya di seluruh pelosok dunia, seolah begitu jauh dengan aturan itu. Seolah tak memiliki aturan sama sekali. Seolah hidup semrawut. Ironi kelas kakap. Padahal sudah dikatakan dalam Al-Qur’an itu sendiri, bila seorang individu ingin sukses dalam menikmati kehidupan yang ini, maka dengan berpegang teguh padanyalah semuanya bisa terwujud. Karena apa? Karena semua yang kita lakukan sehari-hari diatur didalamnya. Dimulai pagi hari kita bangun, kemudian makan dan minum, mandi dan pergi ke jamban, belajar, bekerja, bergaul dengan sesama teman, hingga tidur kembali di malam hari semua ada di dalamnya.
Salah seorang guru saya pernah mengatakan, “Jika keberadaan umat islam di dunia ini berdasarkan parameter rukun islam, iman serta ihsan yang merupakan sendi-sendinya, maka jumlahnya hanya bisa dihitung dengan jari”. Apa yang diucapkan beliau memang benar. Saat ini umat islam bisa dibilang agama yang murah. Kita sudah tidak asing lagi mendengar suatu istilah ‘islam KTP’. Itu salah satunya. Hampir setiap orang menganggap bahwa agama islam hanya bisa dibeli dengan sebuah KTP. Bila di KTP tersebut tercantum agama islam, maka ia mengaku beragama islam. Terlepas apakah ia tahu tentang apa itu islam, iman dan ihsan itu sendiri. Apalagi sungguh sangat terlalu bila ditanyakan kepadanya tentang agama, ia bingung dan tidak mengetahuinya. Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya serta mengeluarkan isinya yang berupa KTP dan dengan enteng mengatakan “Islam”. Hallo, memangnya tau apa Anda tentang islam?
Itulah letak ‘murah’-nya agama kita. Seseorang bisa dengan mudahnya mengatakan islam agamanya. Padahal islam adalah agama yang mulia. Agama yang haq. Tapi malah ternoda oleh hal remeh temeh yang seperti itu.
Meski saat ini sedikit demi sedikit kesadaran dalam berperilaku hidup beragama mulai menyapa kalangan borjuis. Malah kaum priyai mulai mengadakan gerakan ke daerah perkampungan yang bisa dikatakan masih miskin pengetahuan agama. Salah satunya dengan adanya praktik bakti sosial yang pada umumnya digalakan oleh organisasi-organisasi yang diprakarsai mahasiswa, khususnya mahasiswa uin sendiri.
Dengan demikian, bagi kita selaku orang yang mengenyam pendidikan seyogyanya memiliki tingkah polah yang tentunya berbeda dengan yang tidak pernah merasakan manisnya bangku pendidikan. Dengan pendidikan yang bernuansa islami inilah mudah-mudahan bisa membawa aliran yang positif bagi setiap sendi-sendi kehidupan.
Wallahu a’lamu bishshawab!