Dada ini terasa sesak
Manakala pikiran ini
Kembali beranjak
Kembali menuju pelabuhan diri
Aku tak tahu
Apa gerangan yang menyerangku
Setiap aku menatapnya
Tatapannya seakan tidak
Menghendaki keberadaanku
Luka ini susah sekali di obati
Apa sebenarnya rasa sakit ini
Walau begitu
Tubuh ini terasa berat
Untuk meninggalkannya
Sendiri
Babakan,
14 Desember 2008
16 Dzulhijah 1429
Tidak ada segala sesuatu yang tidak mungkin, namun ada waktunya hidup itu berada di jurang ketidak mungkinan alam. segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, selama itu terjadi sini, ia tak kan pernah mempersulit setiap masing-masing individu. itulah adanya. diakui atau tidak, kesemuanya merupakan hukum alam yang tak kan bisa ditolak oleh manusia biasa seperti kita. ini adalah sebuah, serangkaian kata dari keseluruhan sisi hidup, terang atau gelap. semua terrangkum dalam kumpulan mozaik.
Minggu, 24 Mei 2009
LAMUNAN MALAM
Serpihan kertas putih pembawa berita
Dalan keheningan lalu lalang
Dalam keramaian malam yang petang
Melingkupi ayat-ayat bintang gemilang
Tak penah ku dapatkah sebuah
Hati dari seorang petani
Yang menawarkan hati
Menyelimuti Ibu Pertiwi
Tubuh bergoyang-goyang
Ke kiri dan ke kanan
Melambai-lambai
Mengajak orang menghampiri kesedihan
Pare, Kediri,
15 Mei 2008
10 Jumadil Awal 1429
Dalan keheningan lalu lalang
Dalam keramaian malam yang petang
Melingkupi ayat-ayat bintang gemilang
Tak penah ku dapatkah sebuah
Hati dari seorang petani
Yang menawarkan hati
Menyelimuti Ibu Pertiwi
Tubuh bergoyang-goyang
Ke kiri dan ke kanan
Melambai-lambai
Mengajak orang menghampiri kesedihan
Pare, Kediri,
15 Mei 2008
10 Jumadil Awal 1429
HITAM PUTIH
Wajahnya begitu ramah
Tanpa beban
Tahukah kawan
Ia murah senyum
Tak sehelai pun
Garis kegelapan
Terhampar di wajahnya
Berseri-seri
Aku berada di sampingnya
Menyaksikan keagungan
Sebuah hati sunyi
Tenteram
Begitu ringan
Luar biasa
Matanya begitu menawan
Meski telah sedikit
Cahaya tampak di dalamnya
Kata-katanya lembut
Selembut sutera
Berbobot penuh makna
Pundaknya itu
Kau tahu
Pundaknya menandakan
Ia telah banyak
Makan garam
Telah mengerti serta mengenal
Hitam dan putih kehidupan
Babakan,
07 Januari 2009
10 Muharam 1430
Tanpa beban
Tahukah kawan
Ia murah senyum
Tak sehelai pun
Garis kegelapan
Terhampar di wajahnya
Berseri-seri
Aku berada di sampingnya
Menyaksikan keagungan
Sebuah hati sunyi
Tenteram
Begitu ringan
Luar biasa
Matanya begitu menawan
Meski telah sedikit
Cahaya tampak di dalamnya
Kata-katanya lembut
Selembut sutera
Berbobot penuh makna
Pundaknya itu
Kau tahu
Pundaknya menandakan
Ia telah banyak
Makan garam
Telah mengerti serta mengenal
Hitam dan putih kehidupan
Babakan,
07 Januari 2009
10 Muharam 1430
TERPERANGKAP CINTA
Pesonanya telah
Membuatku terperangkap
Ke dalam lautan cinta
Lautan asmara
Bergejolak membara
Tak tahu harus berbuat apa
Tak sedikitpun cahaya
Menerobos memasuki
Alam pikiran sejati
Aku telah terbutakan olehnya
Membuat diriku memandang
Sebelah mata
Sebelah telinga
Aku telah terkena sihir cintanya
Membuat diriku tak bisa
Bedakan surga neraka
Babakan,
14 Januari 2009
17 Muharam 1430
Membuatku terperangkap
Ke dalam lautan cinta
Lautan asmara
Bergejolak membara
Tak tahu harus berbuat apa
Tak sedikitpun cahaya
Menerobos memasuki
Alam pikiran sejati
Aku telah terbutakan olehnya
Membuat diriku memandang
Sebelah mata
Sebelah telinga
Aku telah terkena sihir cintanya
Membuat diriku tak bisa
Bedakan surga neraka
Babakan,
14 Januari 2009
17 Muharam 1430
BUTUH WAKTU
Musim kemarau
Telah memisahkan jarak
Diantara kita
Telah berlalu seiringnya waktu
Lama tidak berjumpa
Kau tetap seperti sediakala
Tak hiraukan di mana aku berada
Dalam waktu sekian lama itu
Dalam hati ku berharap
Kau mengubah semua
Sikapmu kepadaku
Harapan tetap saja harapan
Impian tetap saja impian
Butuh waktu berapa windu
Agar kau
Kembali padaku
Babakan,
13 Januari 2009
16 Muharam 1430
Telah memisahkan jarak
Diantara kita
Telah berlalu seiringnya waktu
Lama tidak berjumpa
Kau tetap seperti sediakala
Tak hiraukan di mana aku berada
Dalam waktu sekian lama itu
Dalam hati ku berharap
Kau mengubah semua
Sikapmu kepadaku
Harapan tetap saja harapan
Impian tetap saja impian
Butuh waktu berapa windu
Agar kau
Kembali padaku
Babakan,
13 Januari 2009
16 Muharam 1430
NYANYIAN MALAM
Sepi
Pilu hati ini
Sendiri berada di sini
Dingin, dinginya malam ini
Menunggu bersama mereka
Yang terpaku membisu
Terbaring di sekelilingku
Satu demi Satu
Sepasang telinga datang mengahadap
Berbicara tentang
Ganasnya hamparan padang
Yang terhunus bagai pedang
Teriakan itu
Seakan menusuk hatiku
Menelusuri ruang dan waktu
Berjubah putih
Menangis pedih
Asa, memang begini adanya
Ciborelang
29 Desember 2006
Pilu hati ini
Sendiri berada di sini
Dingin, dinginya malam ini
Menunggu bersama mereka
Yang terpaku membisu
Terbaring di sekelilingku
Satu demi Satu
Sepasang telinga datang mengahadap
Berbicara tentang
Ganasnya hamparan padang
Yang terhunus bagai pedang
Teriakan itu
Seakan menusuk hatiku
Menelusuri ruang dan waktu
Berjubah putih
Menangis pedih
Asa, memang begini adanya
Ciborelang
29 Desember 2006
DIA DAN DIA
Hari mendung
Hari berkabung
Saat dia berpulang
Menorah rasa malu
Sang dewa siang
Sebuah alas hijau
Menjadi saksi ia sekarang
Bertemu antara dia dan dia
Menutup mata rumah
Menutup hari tiada dia
Bersandar di dinding merah
Tempat ia mengalirkan
Air mata tiada henti
Ciborelang
15 November 2006
Hari berkabung
Saat dia berpulang
Menorah rasa malu
Sang dewa siang
Sebuah alas hijau
Menjadi saksi ia sekarang
Bertemu antara dia dan dia
Menutup mata rumah
Menutup hari tiada dia
Bersandar di dinding merah
Tempat ia mengalirkan
Air mata tiada henti
Ciborelang
15 November 2006
TULISAN UNTUK DUNIA
Menari ku di atas pangkuan api
Membara membakar mimpi
Hidup tak berguna tiada arti
Menorah luka asmara Ilahi
Dibumbui rasa cinta sejati
Wahai dunia lihatlah diriku
Penuh dengan rasa tertipu
Hancur lebur badanku tak mampu
Berdiri melangkah menuju
Lautan emas singgasana-Mu
Mentari terbenam di arah barat
Burung bangau kembali ke kubangan
Sekarang lihat mata terbelalak
Menangis sedih harta tak punya
Ciborelang
15 November 2006
Membara membakar mimpi
Hidup tak berguna tiada arti
Menorah luka asmara Ilahi
Dibumbui rasa cinta sejati
Wahai dunia lihatlah diriku
Penuh dengan rasa tertipu
Hancur lebur badanku tak mampu
Berdiri melangkah menuju
Lautan emas singgasana-Mu
Mentari terbenam di arah barat
Burung bangau kembali ke kubangan
Sekarang lihat mata terbelalak
Menangis sedih harta tak punya
Ciborelang
15 November 2006
Tetaplah
Setiap nafas dalam dada ini
Terasa sesak
Namun jika ku dengar namamu
Rasanya udara ini pun tiba-tiba
Terasa sejuk
Menjadi segar
Perasaan itu terus berkesinambungan
Otak yang tertanam dalam kepalaku ini
Terasa hampa
Namun jika ku melihat
Keteduhan wajahmu
Keteduhan itu seakan
Memberi kehidupan bagi
Para sel yang membeku
Peristiwa itu senantiasa berurutan
Tolong
Tetaplah seperti itu
Jangan biarkan luka yang dulu
Terbuka kembali olehmu
Babakan,
17 Oktober 2008
Terasa sesak
Namun jika ku dengar namamu
Rasanya udara ini pun tiba-tiba
Terasa sejuk
Menjadi segar
Perasaan itu terus berkesinambungan
Otak yang tertanam dalam kepalaku ini
Terasa hampa
Namun jika ku melihat
Keteduhan wajahmu
Keteduhan itu seakan
Memberi kehidupan bagi
Para sel yang membeku
Peristiwa itu senantiasa berurutan
Tolong
Tetaplah seperti itu
Jangan biarkan luka yang dulu
Terbuka kembali olehmu
Babakan,
17 Oktober 2008
MENGERTI
Satu kali ku reguk sebuah
Penderitaan
Terasa berjuta windu
Setiap masa ku reguk sebuah
Kenikmatan
Terasa seper sekian sekon
Lamanya
Entah perasaan
Atau kenyataan
Aku sendiri tak mengerti
Seringkali perasaan menguasai hati
Tapi kenyataan jarang sekali ku genggam
Seharusnya aku berterima
Kasih padamu yang telah
Buatku begini
Kau telah buatku
Mengerti makna hidup
Dan cinta masa remaja
Babakan,
13 September 2008
Penderitaan
Terasa berjuta windu
Setiap masa ku reguk sebuah
Kenikmatan
Terasa seper sekian sekon
Lamanya
Entah perasaan
Atau kenyataan
Aku sendiri tak mengerti
Seringkali perasaan menguasai hati
Tapi kenyataan jarang sekali ku genggam
Seharusnya aku berterima
Kasih padamu yang telah
Buatku begini
Kau telah buatku
Mengerti makna hidup
Dan cinta masa remaja
Babakan,
13 September 2008
KEHILANGAN
Dalam suasana
Pagi yang menjerit
Mencekam setiap suasana
Yang ada dalam ruang
Dipenuhi bayang-bayang semu
Tak ada yang tersadar
Tak ada yang terjaga
Mendengar tikaman barusan
Satu waktu
Seseorang tersadar
Dalam kehilangan
Akankah tetap terulang
Babakan,
12 Novamber 2008
Pagi yang menjerit
Mencekam setiap suasana
Yang ada dalam ruang
Dipenuhi bayang-bayang semu
Tak ada yang tersadar
Tak ada yang terjaga
Mendengar tikaman barusan
Satu waktu
Seseorang tersadar
Dalam kehilangan
Akankah tetap terulang
Babakan,
12 Novamber 2008
TEMPAT MENYENDIRI
Tuhan
Menciptakan sesuatu pastilah
Memiliki sebuah maksud
Dan sebuah tujuan
Tidaklah mungkin bagi-Nya
Menciptakan dengan sembarang
Jikalau itu sembarang
Tetap ia memiliki
Sebuah arti dan nilai tersendiri
Di sini tempatku menyendiri
Mengosongkan pikiran dan berbagi dengan alam
Meski masih ada kegaduhan
Di sela-sela gendang telinga ini
Angin
Masih terdengar menyapa
Dalam keheningan
Suara yang hampa
Tanpa dilanda derita
Babakan,
26 Oktober 2008
26 Syawal 1429
Menciptakan sesuatu pastilah
Memiliki sebuah maksud
Dan sebuah tujuan
Tidaklah mungkin bagi-Nya
Menciptakan dengan sembarang
Jikalau itu sembarang
Tetap ia memiliki
Sebuah arti dan nilai tersendiri
Di sini tempatku menyendiri
Mengosongkan pikiran dan berbagi dengan alam
Meski masih ada kegaduhan
Di sela-sela gendang telinga ini
Angin
Masih terdengar menyapa
Dalam keheningan
Suara yang hampa
Tanpa dilanda derita
Babakan,
26 Oktober 2008
26 Syawal 1429
SEPARUH MIMPI
Gemerincik air dikala pagi hari
Membawa kesan tersendiri
Di ruangan sunyi
Tanda dibuahi
Dengan separuh mimpi
Atap yang dibasahi
Tak luput dari tetesan-tetesan mimpi
Di atasnya ku berdiri
Sembari
Mengangkat sebuah janji
Yang dulu tak dapat ku tepati
Kini telah terbuka lembaran baru
Suasana berubah tanpa arah
Telah punah
Aku hanya bisa duduk
Terdiam
Diri yang dipenuhi api
Hitam tak dapat dipadamkan
Babakan,
27 Oktober 2008
27 Syawal 1429
Membawa kesan tersendiri
Di ruangan sunyi
Tanda dibuahi
Dengan separuh mimpi
Atap yang dibasahi
Tak luput dari tetesan-tetesan mimpi
Di atasnya ku berdiri
Sembari
Mengangkat sebuah janji
Yang dulu tak dapat ku tepati
Kini telah terbuka lembaran baru
Suasana berubah tanpa arah
Telah punah
Aku hanya bisa duduk
Terdiam
Diri yang dipenuhi api
Hitam tak dapat dipadamkan
Babakan,
27 Oktober 2008
27 Syawal 1429
Wadah Jiwa
Menyatu di bumi
Menyatu dengan sesama
Memasuki dunia yang senantiasa
Berkesinambungan dalam derita
Rasakan setiap asa
Yang terpendam di jiwa
Lalu nyatakanlah
Walau itu pahit rasanya
Meraih harapan langit
Meraih sesuatu yang rumit
Memasuku dunia yang baru dijalani
Setelah sekian lama mendaki
Taburkanlah seluruh garam yang
Kita kecap pada setiap masa
Pada wadah-wadah jiwa
Babakan,
28 Oktober 2008
28 Syawal 1429
Menyatu dengan sesama
Memasuki dunia yang senantiasa
Berkesinambungan dalam derita
Rasakan setiap asa
Yang terpendam di jiwa
Lalu nyatakanlah
Walau itu pahit rasanya
Meraih harapan langit
Meraih sesuatu yang rumit
Memasuku dunia yang baru dijalani
Setelah sekian lama mendaki
Taburkanlah seluruh garam yang
Kita kecap pada setiap masa
Pada wadah-wadah jiwa
Babakan,
28 Oktober 2008
28 Syawal 1429
SEPOTONG HATI
Mendapatkan sepotong hati
Seorang kiai
Petinggi
Pimpinan mengaji
Tempat tumpuan hati
Mencari jati diri
Angin sepoi-sepoi
Menyelusup ke dalam tulang rusuk sejati
Menyelusuri lorong sempit, sunyi
Melewat congkak
Tak menganggap
Gelembung-gelembung kecil nan mungil
Sepotong hati
Ku bawa berlari
Menyusuri pinggiran pantai
Diiringi irama berderai-derai
Mencuat di antara pondok kecil nan permai
Babakan,
01 February 2009
06 Shafar 1430
Seorang kiai
Petinggi
Pimpinan mengaji
Tempat tumpuan hati
Mencari jati diri
Angin sepoi-sepoi
Menyelusup ke dalam tulang rusuk sejati
Menyelusuri lorong sempit, sunyi
Melewat congkak
Tak menganggap
Gelembung-gelembung kecil nan mungil
Sepotong hati
Ku bawa berlari
Menyusuri pinggiran pantai
Diiringi irama berderai-derai
Mencuat di antara pondok kecil nan permai
Babakan,
01 February 2009
06 Shafar 1430
Langganan:
Postingan (Atom)